MARATUA RANGKUTI. Analisis Residu Tetrasiklin pada Udang Windu untuk Ekspor Menggunakan Enzyme Linked Immunosorbent Assay ( ELISA) Dibimbing oleh MAMAN SUKIMAN dan HERRY
RINGKASAN
Udang merupakan produk perikanan yang sangat diminati. Konsumsi udang dunia meningkat 11,5 % tiap tahun. Dalam memenuhi permintaan konsumsi dalam negeri dan ekspor, pemerintah serta masyarakat melakukan budidaya udang secara besar-besaran dan intensif sehingga proses budidaya kurang terkontrol, termasuk penggunaan obat-obatan berbahaya seperti tetrasiklin. Tetrasiklin adalah antibiotik yang banyak digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan bakteri riketsiae dalam udang dan sebagai pengawet karena sifat tetrasiklin yang dapat menghambat pertumbuhan mikrob. Namun tetrasiklin memiliki efek samping buruk untuk kesehatan manusia, diantaranya menghambat pertumbuhan tulang pada anak, pewarnaan pada gigi, diare, menghambat kerja penisilin dan antikoagulan. Dalam hal ini, Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa memberi persyaratan toleransi tetrasiklin pada produk udang impor, sehingga produk udang yang akan diekspor perlu dianalisis kandungan tetrasiklinnya.
Depertemen Kelautan & Perikanan menunjuk Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar ( BBPBAT) Sukabumi sebagai laboratorium uji kandungan residu kimia dan antibiotik dalam produk perikanan. BBPBAT menggunakan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dalam mengidentifikasi tetrasiklin pada udang. Penggunaan metode ELISA karena metode ini spesifik, sensitif untuk analisis antibiotik, selain itu metode ELISA mengacu pada Commision Decision 98/536/EC sebagai metode screening.
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan residu tetrasiklin pada udang windu dengan menggunakan ELISA. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan persyaratan Uni Eropa melalui EC (Economic Commision) regulation No.2377/90 yaitu 100 ppb, Amerika Serikat dalam US FDA ( United of State Food and Drug Administration) tahun 2000 No.21/C.R.F.556.720 yaitu 2000 ppb, dan Jepang melalui JETRO (Japan External Trade Organization) tahun 1997 yaitu sebesar 200 ppb.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Laboratorium Nutrisi BBPBAT Sukabumi, dapat disimpulkan bahwa semua contoh udang positif mengandung tetrasiklin, dan memenuhi persyaratan Amerika Serikat. Contoh B3, B6, B7, B8, B9, B14, B19, B21, B22, B25, B30, B31, B32, B33, B36, B38, dan B40 memiliki nilai diantara 80,110 ppb sampai dengan 196,485 ppb sehingga lolos persyaratan Jepang. Contoh B21, B22, B25, dan B32 memiliki nilai masing-masing 85,273; 96,011; 80,110; 88,896 ppb dan memenuhi persyaratan Uni Eropa
RINGKASAN
Udang merupakan produk perikanan yang sangat diminati. Konsumsi udang dunia meningkat 11,5 % tiap tahun. Dalam memenuhi permintaan konsumsi dalam negeri dan ekspor, pemerintah serta masyarakat melakukan budidaya udang secara besar-besaran dan intensif sehingga proses budidaya kurang terkontrol, termasuk penggunaan obat-obatan berbahaya seperti tetrasiklin. Tetrasiklin adalah antibiotik yang banyak digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan bakteri riketsiae dalam udang dan sebagai pengawet karena sifat tetrasiklin yang dapat menghambat pertumbuhan mikrob. Namun tetrasiklin memiliki efek samping buruk untuk kesehatan manusia, diantaranya menghambat pertumbuhan tulang pada anak, pewarnaan pada gigi, diare, menghambat kerja penisilin dan antikoagulan. Dalam hal ini, Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa memberi persyaratan toleransi tetrasiklin pada produk udang impor, sehingga produk udang yang akan diekspor perlu dianalisis kandungan tetrasiklinnya.
Depertemen Kelautan & Perikanan menunjuk Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar ( BBPBAT) Sukabumi sebagai laboratorium uji kandungan residu kimia dan antibiotik dalam produk perikanan. BBPBAT menggunakan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dalam mengidentifikasi tetrasiklin pada udang. Penggunaan metode ELISA karena metode ini spesifik, sensitif untuk analisis antibiotik, selain itu metode ELISA mengacu pada Commision Decision 98/536/EC sebagai metode screening.
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan residu tetrasiklin pada udang windu dengan menggunakan ELISA. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan persyaratan Uni Eropa melalui EC (Economic Commision) regulation No.2377/90 yaitu 100 ppb, Amerika Serikat dalam US FDA ( United of State Food and Drug Administration) tahun 2000 No.21/C.R.F.556.720 yaitu 2000 ppb, dan Jepang melalui JETRO (Japan External Trade Organization) tahun 1997 yaitu sebesar 200 ppb.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Laboratorium Nutrisi BBPBAT Sukabumi, dapat disimpulkan bahwa semua contoh udang positif mengandung tetrasiklin, dan memenuhi persyaratan Amerika Serikat. Contoh B3, B6, B7, B8, B9, B14, B19, B21, B22, B25, B30, B31, B32, B33, B36, B38, dan B40 memiliki nilai diantara 80,110 ppb sampai dengan 196,485 ppb sehingga lolos persyaratan Jepang. Contoh B21, B22, B25, dan B32 memiliki nilai masing-masing 85,273; 96,011; 80,110; 88,896 ppb dan memenuhi persyaratan Uni Eropa
PENDAHULUAN
Udang merupakan bahan pangan yang sangat diminati, karena memiliki nilai gizi tinggi dengan kadar protein 21 %, lemak 0,2 %, vitamin A 0,06 mg/100g, Vitamin B 0,01mg 100g daging udang, mineral posfor 170 mg, dan zat kapur 136 mg (Darmono,1991). Produksi/konsumsi udang dunia pada tahun 2000 telah mencapai 4 juta ton, dengan 26 % dari budidaya dan 74 % dari penangkapan dan naik kira-kira 11,5 %/tahun. Hal ini mengakibatkan negara, khususnya masyarakat, melakukan budidaya udang secara besar-besaran dan intensif untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor. Udang sendiri merupakan komuditas ekspor non migas paling banyak. Untuk keperluan ekspor, eksportir harus mengikuti prasyaratan sanitasi salah satunya sertifikat HACCP, dan bebas residu kimia seperti tetrasiklin, sulfadimethoxine, metil mercuri, chlorompenicol (US FDA), dengan batas toleransi yang berbeda-beda tiap negara. Amerika melalui US FDA (United State America Food Drugs Administration) tahun 2000 No.21/C.R.F.556.720 memberikan batas maksimum residu tetrasiklin dalam udang sebanyak 2000 ppb, Jepang dalam JETRO (Japan External Trade Organization) tahun 1997 batas toleransi maksimum residu tetrasiklin pada udang 200 ppb, dan Uni Eropa dalam UE EC (Economic Commision) No.2377 tahun 1990 mensyaratkan residu tetrasiklin maksimum pada udang 100 ppb. Tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas dan bersifat bakteriostatik, yaitu dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri dengan jalan menghambat proses pembentukan protein (asam amino) bakteri. Namun tetrasiklin mudah mengalami resistensi dan sulit terdegradasi di dalam tubuh (anmetabolism). Tetrasiklin biasa digunakan untuk mengobati typus, spilis, dan dalam budidaya udang biasa digunakan untuk mencegah bakteri riketsia serta digunakan dalam pengawetan udang. Selain memberikan manfaat tetrasiklin juga memberikan efek samping seperti menghambat pertumbuhan tulang, resistansi terhadap penisilin, pencoklatan gigi, dan gangguan kehamilan. Untuk itu diperlukan pengawasan mutu udang ( kandungan risidu tetrasiklin pada udang ) khususnya untuk udang komoditas ekspor.
Selanjutnya, melalui SK Dirjen Perikanan Budidaya N0.502/DPB/ PB.430.D4/ I/ 2008, DKP menunjuk Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi sebagai laboratorium acuan dan pengujian kandungan residu ikan, bahan kimia, bahan biologi dan kontaminan pada budidaya ikan. BBPBAT bertanggung jawab atas semua pengujian residu obat ikan termasuk menganalisis kandungan antibiotik seperti tetrasiklin.
Percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi residu tetrasiklin dalam udang. Kemudian hasil yang diperoleh dibandingkan dengan persyarat ekspor yang ditetapkan oleh US FDA, JETRO, dan UE EC. Percobaan ini melalui tiga tahap yaitu persiapan contoh, pengukuran, dan perhitungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Antibiotika
Pendahuluan
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. .(www.drugs.com/antibiotik)
Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotik berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup. .(www.drugs.com/antibiotik)
Antibiotik akan mengalami transportasi tergantung pada daya ikatnya terhadap protein plasma. Bentuk yang tidak terikat dengan protein itulah yang secara farmakologiis aktif, yaitu memiliki kemampuan sebagai antimikroba. Semua jenis antibiotik dengan cara kerja tersebut dapat bersifat mematikan atau menghambat antibiotik. Antibiotik bersifat mematikan, bila dosisnya tinggi. Sedangkan antibiotik bersifat menghambat bila dosisnya rendah. (www.drugs.com/antibiotik).
Penggunaan antibiotik ini (pada manusia dan hewan) akan menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik tersebut, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target. Hal ini dimungkinkan karena adanya transfer materi genetik (plasmid atau transposon) di antara genus bakteri yang berbeda yang masih memiliki hubungan dekat, meliputi bakteri Escherichia coli, Klebsiella, dan Salmonella. (CORNER, 1995)
Mekanisme Kerja Antibiotik
Antibiotik memiliki cara kerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Pada kondisi bakteriostatis, mekanisme pertahanan tubuh inang seperti fagositosis dan produksi antibodi biasanya akan merusak mikroorganisme. Ada beberapa cara kerja antibiotik terhadap bakteri sebagai targetnya, yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat sintesis metabolit esensial. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Dinding sel bakteri terdiri atas jaringan makromolekuler yang disebut peptidoglikan. Penisilin dan beberapa antibiotik lainnya mencegah sintesis peptidoglikan yang utuh sehingga dinding sel akan melemah dan akibatnya sel bakteri akan mengalami lisis. Riboson merupakan mesin untuk menyintesis protein. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Sel eukariot memiliki ribosom 80S, sedangkan sel prokariot 70S (terdiri atas unit 50S dan 30S). Perbedaan dalam struktur ribosom akan mempengaruhi toksisitas selektif antibiotik yang akan mempengaruhi sintesis protein. Di antara antibiotik yang mempengaruhi sintesis protein adalah kloramfenikol, eritromisin, streptomisin, dan tetrasiklin. Kloramfenikol akan bereaksi dengan unit 50S ribosom dan akan menghambat pembentukan ikatan peptida. (www.wikipedia.org./antibiotika)
Pada rantai polipeptida yang sedang terbentuk. Kebanyakan antibiotik yang menghambat protein sintesis memiliki aktivitas spektrum yang luas. Tetrasiklin menghambat perlekatan tRNA yang membawa asam amino ke ribosom sehingga. Penambahan asam amino ke rantai polipeptida yang sedang dibentuk terhambat. Antibiotik aminoglikosida, seperti streptomisin dan gentamisin, mempengaruhi tahap awal dari sintesis protein dengan mengubah bentuk unit 30S ribosom yang akan mengakibatkan kode genetik pada mRNA tidak terbaca dengan baik. (www.wikipedia.org./antibiotika)
Penggunan Antibiotik
Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.Yang harus selalu diingat, antibiotika hanya ampuh dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Karena itu, penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan sifat ini ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada pula yang bakterisida. klas antibiotik berdasarkan sifat aktifitasnya. Bakteriostatik (kloromfenikol-tetrasiklin-Eritromisin-Linkomisin-Rifampisin-Sulfonamida). Bakterisida (Penisilin-Sefalosporin-Aminoglikosid). (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Karena biasanya antibiotika bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotika. Itulah sebabnya, pemberian antibiotika biasanya diberikan dalam dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka waktu yang agak panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotika yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'. (Gan VHS, 1980). Penggunaan antibiotik pada pakan hewan dan pengawetan sebagai pemacu pertumbuhan telah mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Macam-Macam Antibiotik
Penggolongan antibiotik dilakukan berdasarkan stuktur kimia, fungsi dan mekanisme kerjanya. Penggolongan antibiotik yaitu:
1. Berdasarkan daya kerja : bakterisid (pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman, Contoh : pensisilin, sefalosporin, dll), bakteriostatik (pada dosis biasa berkhasiat menghentikan/menghambat pertumbuhan kuman, contoh : sulfonamida, kloramfenikol)
2. Berdasarkan struktur kimia:
· Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
· Antibiotika golongan sefalosforin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.
· Antibiotika golongan klorampenikol, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
· Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
· Antibiotika golongan penisilin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan.
· Antibiotika golongan beta laktam golongan lain, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.
· Antibiotika golongan kuinolon bekerja dengan menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri.
Antibiotika golongan tetrasiklin, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
3. Berdasarkan Mekanisme kerja
Menghambat sintesis dinding sel atau mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel mikroba sehingga menghilangkan kemampuan untuk berkembang biak, lisis (penisilin, sefalosporin, sikloserin, basitrasin)
Antibiotika yang bekerja langsung terhadap membran sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran dan menghilangkan senyawa intraseluler (polimiksin, nistatin, amfoterisin)Antibiotika yang mengganggu fungsi ribosom bakteri, menyebabkan inhibisi sintesis protein (kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, dll)
Antibiotika yang mengganggu pembentukan asam-asam inti (DNA,RNA) :(rifampisin,dan kuinolon)
4. Berdasarkan sasaran kerja
· Zat dengan aktivitas sempit (narrow spektrum) terutama aktif untuk beberapa jenis bakteri saja. Aktif untuk bakteri gram positif (penisilin G, V, kanamisin, eritromisin). Aktif untuk bakteri gram negatif (streptomisin, gentamisin, dll)
· Zat dengan aktivitas luas (broad spektrum) baik gram positif maupun gram negatif (penisilin, sefalosporin, dll)
· Bakteriostatika :Menahan pertumbuhan & replikasi bakteri pada kadar serum yang dapat dicapai tubuh pasien.Membatasi penyebaran infeksi saat sistem imun tubuh bekerja memobilisasi & mengeliminasi bakteri patogen.Misalnya : Sulfonamid, Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolid, Linkomisin.
· Bakterisid :Membunuh bakteri serta jumlah total organisme yang dapat hidup & diturunkan.Pembagian : a) Bekerja pada pase tumbuh kuman, misalnya : Penisilin, Sefalosporin, Kuinolon, Rifampisin, Polipeptida. b) Bekerja pada pase istirahat, misalnya : Aminoglikosid, INH, Kotrimoksazol, Polipeptida.
· Spektrum Antimikroba
Spektrum Sempit : bekerja hanya pada mikroorganisme tunggal / grup tertentu. Misalnya, Isoniazid untuk mikobakteria.Spektrum Sedang : efektif melawan organisme Gram (+) & beberapa bakteri Gram (-). Misalnya, Ampisilin.
Spektrum Luas : mempengaruhi spesies mikroba secara luas. Misalnya, Kloramfenikol & Tetrasiklin.
Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat ditingkatkan dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila konsentrasinya ditingkatkan. Antibiotik yang baik idealnya mempunyai aktivitas anti-mikroba yang efektip dan selektip serta mempunyai aktivitasbakterisid. Derajat toksisitas selektip tergantung pada struktur yang dimiliki sel bakteri dan manusia. Misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia, sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri mempunyai
toksisitas selektif relatif tinggi. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Resistensi
Resistensi sel mikroba suatu sifat tidak tergangunya kehidupan sel mikroba oleh antibiotik. Sifat ini bisa merupakan suatu mekanisme alamiah untuk tetap bertahan hidup.Bila pertumbuhan bakteri tidak dapat dihambat oleh antibiotik pada kadar maksimal yang dapat ditolerir host.(
GAN, 1980)
Mekanisme Resistensi
Mekanisme resistensi pada bakteri meliputi mutasi, penghambatan aktivitas antibiotik secara enzimatik, perubahan protein yang merupakan target antibiotik, perubahan jalur metabolik, efluks antibiotik, perubahan pada porin channel, dan perubahan permeabilitas membran. Mutasi genetik tunggal mungkin menyebabkan terjadinya resistensi tanpa perubahan patogenitas atau viabilitas dari satu strain bakteri. Perkembangan resistensi terhadap obat-obat antituberkulos, seperti streptomisin, merupakan contoh klasik dari perubahan tipe ini. Secara teoretis ada kemungkinan untuk mengatasi resistensi mutasional dengan administrasi suatu kombinasi antibiotik dalam dosis yang cukup untuk eradikasi infeksi sehingga mencegah penyebaran bakteri resisten orang ke orang. Namun, adanya emergensi yang meluas dari multi-drug resistan. Mycobacterium tuberculosis memperlihatkan bahwa tidak mudah untuk mengatasi resistensi dengan formula kombinasi. Contoh lain resistensi mutasional yang juga penting adalah perkembangan (GAN, 1980)
Problem yang cukup penting adalah kemampuan bakteri untuk mendapatkan materi genetik eksogenus yang mengantarkan terjadinya resistensi. Spesies pada peneumokokki dan meningokokki dapat "mengambil" materi DNA di luar sel (eksogenus) dan mengombinasikannya ke dalam kromosom. Banyak materi genetik yang bertanggung jawab terhadap resistensi ditemukan pada plasmid yang dapat ditransfer atau pada transposon yang dapat disebarluaskan di antara berbagai bakteri dengan proses konjugasi. Transposon merupakan potongan DNA yang bersifat mobile yang dapat menyisip masuk ke dalam berbagai lokasi pada kromosom bakteri, plasmid atau DNA bakteriofag. Beberapa transposon atau plasmid memiliki elemen genetik yang disebut integron yang mampu "menangkap" gen-gen eksogenus. Sejumlah gen kemungkinan dapat disisipkan ke dalam integron yang menghasilkan resistensi terhadap beberapa bahan antimikroba.
Timbulnya resistensi pada mikroba terhadap suatu antibiotik terjadi berdasarkan salah satu atau lebih dari mekanisme berikut:
· Mikrob mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur enzim
· Mikrob mensintesis suatu enzim baru untuk menggantikan enzim inaktivator/ penghancur antibiotik yang dihambat kerjanya.
· Mikrob meningkatkan sintesis metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif terhadap antibiotika
· Mikrob membentuk jalan metabolisme baru
· Permetabilitas dinding atau membran sel mikroba menurun untuk antibiotika
· Perubahan struktur atau komposisi ribosom sel mikroba
.(http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Penyebab timbulnya resistensi antibiotika yang terutama adalah karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis.
Tidak tepat sasaran, salah satunya adalah pemberian antibiotika pada pasien yang bukan menderita penyakit infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri, antibiotika yang diberikan pun harus dipilih secara seksama. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Tetrasiklin
Sejarah
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Tetrasiklin merupakan antibiotik golongan antibiotik bersifat bakteriostatik dan bakerja dengan jalan menghambat sistensis protein kuman. Dikatakan pula tetrasiklin mampu bertindak sebagai chelator logam berat, khususnya kalsium.(Gan VHS, 1980)
Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh respirasi Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin. (WIKIPEDIA.org/TETRASIKLIN, 2008).
Streptomyce genus bakteri dari famili Streptomycetaceae. Terdapat lebih dari 500 jenis Streptomyce. Streptomyce merupakan actinobacteria golongan gram-positive. Streptomyce ditemukan pada tumbuhan mati. Metabolisme sekunder Streptomyce menghasilkan lebih dari dua antibiotik alami.
Beberapa antibiotik yang dihasilkan Streptomyce sp
· Erythromycin ( dari S.erythreus )
· Tetracycline ( dari S. Rimosus )
· Chloramphenicol ( dari S.venezuelae )
· Neomycin ( dari s.fraduase ). (WIKIPEDIA.org/ streptomyce, 2008)
Karesteristik Struktur Kimia dan Fisika
Tetrasiklin atau 2-(amino-hydroxy-methylidene)-4-dimethylamino-6,10,11,12a-tetrahydroxy-6-methyl-4,4a,5,5a-tetrahydratetracene-1,3,12-trione; Nama dagang dari tetrasiklin adalah Acromycin, Sumycin, atau tetracab. Memiliki rumus bangun C22H24N2O8 X H2O, dan berat molekul 444.435 g/mol. (WIKIPEDIA.org/TETRASIKLIN, 2008).
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam HCL-nya mudah larut. Larutan garam ini hanya stabil pada pH 2 dan terurai dengan cepat pada pH lebih tinggi. Bila disimpan di tempat panas dan lembab mudah terurai, terutama di bawah pengaruh cahaya, dan menghasilkan derivate anhidro- dan epi-tetrasiklin yang sangat toksik bagi ginjal. Oleh karena itu kapsul tetrasiklin yang sudah tersimpan lama atau sudah berwarna kuning tua sampai coklat tidak boleh digunakan lagi. (SETIABUDY, 1980). Tetrasiklin bersifat bakteriosida pada konsentrasi tinggi dan bakteriostatik pada konsentrasi rendah.
Tetrasiklin bersifat amfoter karena mengandung gugus-gugus yang bersifat asam, seperti hidroksil, dan basa, seperti gugus dimetilamino. Dengan asam kuat tetrasiklin dapat membentuk garam asam yang mudah larut dalam air dan cukup stabil. Garam basanya, yang dibentuk dengan basa kuat seperti NaOH, KOH atau Ca(OH)2, tidak stabil dalam air. Tetrasiklin mengandung gugus-gugus yang dapat membentuk ikiatan hidrogen intramolekul dan dapat membentuk kompleks dengan garam-garam Ca, Fe, Mg. Oleh karena itu tetrasiklin tidak boleh diberikan bersama-sama dengan susu,antasida, obat antianemia dan sediaan obat lain yang mengandung garam-garam Ca, Fe, Mg. (SKINNER dan NALBANDIAN, 1975)
Struktur Induk Golongan Tetrasiklin dapat dilihat dibawah ini:
Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan antibiotika spektrum luas bersifat bakteriostatik untuk kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika ini masih merupakan pilihan utama untuk infeksi-infeksi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, dan mikoplasma. Mungkin juga efektif terhadap N. meningitidis, N. gonorhoeae dan H. influenzae., termasuk di sini adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin.(
GAN,1980)
Terasiklin yang paling banyak dikenal adalah yaitu tetrasiklin, oxytetrasiklin, clorotetrasiklin, doxytetrasiklin, hubungan reaktivitasnya yaitu 100 % tetrasiklin sebanding dengan 60 % oxytetrasiklin, 400 % clorotetrasiklin, dan 800 % doxytetrasiklin.(R&D DIAGNOSTIES-BIOTECHNOLOGY, 2008).
Berdasarkan struktur kimianya, golongan tetrasiklin dibedakan menjadi 8 jenis , dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Tetrasiklin
Jenis Tetrasiklin
Gugus
R1
R2
R3
R4
R5
Klortetrasiklin
- Cl
-CH3
-H
-OH
-H
Oksitetrasiklin
-H
-CH3
-OH
-OH
-H
Tetrasiklin
- H
-CH3
-H
-OH
-H
Demoklosiklin
-Cl
-H
-H
-OH
-H
Doksisikin
-H
-CH3
-OH
-OH
-H
Minosiklin
-N(CH3)2
-H
-H
-H
-H
Limesiklin
-H
-OH
-C
-H
Rolitetras
-H
-CH3
-H
-OH
Lembar Keselamatan Bahan Tetrasiklin
· Nama bahan : Tetrasiklin
· Formula : C22H24N2O8
· CAS# : 60-54-8
· LD (50) : ORAL : 807 mg/Kg
· Kelarutan : sedikit larut dalam air dan etanol: tidak larut dalam aceton, eter, dan cloroform.
· Titik didih : 210 0C
· Indikasi : harmfull
· Penyimpanan : Disimpan pada (20-25 0C ), tempat tertutup. Hindari dari panas, cahaya langsung, dan lembab. (sience.lab.com/tetracyclin MSDS)
Mekanisme Kerja Tetrasiklin
Golongan Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif.
Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak.( WALUYO, 1992)
Tempat kerja antibiotik golongan tetrasiklin adalah pada ribosom bakteri melalui dua cara yaitu: pertama difusi pasif melalui pori hidrofil pada membran terluar sel dan system transport aktif yang tergantung energi. Tetrasiklin menghambat jalan masuk aminoasil-t-ARN ke tempat reseptor A pada kompleks m-ARN, ribosom, menghalangi penggabungan asam amino ke rantai peptida dan menyebabkan hambatan sintesis protein. ( R. SETIABUDY, 1980)
Pada umumnya mekanisme kerja golongan tetrasiklin sama yaitu bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri. Tetrasiklin memperlihatkan spektum antibakteri luas meliputi bakteri gram positif dan gram negative, areobik dan anaerobik. Selain itu juga peka terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia, klamidia, legionela dan protozoa. ( R. SETIABUDY, 1980)
Tetrasiklin pada Udang
Sejak awal penemuannya oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, antibiotik telah memberikan kontribusi yang efektif dan positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia dan hewan. Namun, sejalan dengan perkembangan dan penggunaannya tersebut, banyak bukti atau laporan yang menyatakan bahwa bakteri-bakteri patogen menjadi resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah kesehatan utama sedunia. Penggunaan antibiotik ini (pada manusia dan hewan) akan menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik tersebut, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target. (CORNER, 1995).
Penggunaan antibiotik pada pakan hewan dan pengawetan sebagai pemacu pertumbuhan telah mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia.Dalam hal ini obat (antibiotik) seperti tetrasiklin dan oxytetrasiklin, tidak dianjurkan sebagaimana KEPMEN.26/MEN/2002 tentang Penyediaan, peredaran, penggunaan dan pengawasan Obat Ikan. Begitupula halnya ketentuan di negara lain, misalnya Amerika Serikat mensyaratkan residu tetrasiklin pada udang impor yaitu maksimum 2 ppm atau 2000 ppb (US FDA tahun 2000), Jepang mensyaratkan 0,2 ppm atau 200 ppb (JETRO tahun1997) dan Uni Eropa mensyaratkan 100 ppb (EU ECC No.2377 /90)
Keberadaan tetrasiklin pada udang disebabkan penambahan secara sengaja oleh peternak untuk memperbaiki hasil perikanan (budidaya udang) yaitu untuk :
1. Pengendalian hama/penyakit, seperti:
1.Bakteri Nekrosis
· Penyebab:
1. Bakteri dari genus Vibrio;
2. Merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
· Gejala:
1. Muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya;
2. Usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
· Pengendalian:
1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;
3. Pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
2.Bakteri Septikemia
Penyebab:
1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.;
2. Defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres
Gejala:
1. Menyerang larva dan post larva;
2. Terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
· Pengendalian: Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; dan pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
3.Bakteri Ricketsiae
· Gejala : Berenang lemah, warna gelap, benjolan putih kecil pada kulit, dan kematian pada minggu ke-7 setelah pembenihan
· Pengendalian : pemberian 60-250 µL tetrasiklin dalam 1 Kg makanan. (MURTIDJO, 1992)
2. Pengawetan
Kebutuhan tetrasiklin dalam budidaya udang diperlukan pula pasca panen, yaitu untuk pengawetan. Pegawetan dilakukan agar produk udang tidak busuk saat pengiriman ke tangan konsumen. Untuk keperluan pengiriman terutama jarak jauh (keperluan ekspor) biasanya dilakukan pembekuan dengan es dan pemberian 250 µL tetrasiklin untuk pengawetan dan menjaga dari proses pembusukan oleh bakteri.
Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan yag ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi dan kultur yang digunakan.
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik. (CORNER, 1995)
Efek Samping dan Interaksi Obat Tetrasiklin
Iritasi lambung pada pemberian oral. Tromboflebitis pada pemberian injeksi (IV). Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedanag tumbuh dan membentuk kompleks. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada janin sampai anak tiga tahun. Pada gigi susu atau gigi tetap, Tetrasiklin dapat merubah warna secara permanen dan cenderung mengalami karies. Dapat menimbulkan superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur, dengan gejala adalah diare akibat terganggunya keseimbangan flora normal dalam usus. Absorbsi Tetrasiklin dihambat oleh antasida, susu, Koloidal bismuth, Fenobarbital, Fenitoin dan Karbamazepin sehingga mengurangi kadar dalam darah karena metabolismenya dipercepat. Tetrasiklin dapat mempengaruhi kerja Penisilin dan Antioagulan. (WIKIPEDIA.org./tetrasiklin, 2008)
Efek lain yang bisa ditimbulkan adalah terjadinya supra infeksi oleh satu atau lebih bekteri atau jamur, terutama Candida albicar dengan gejala-gejala mulut dan tenggorokan nyeri, gatal sekitar anus, dan diare. Efek yang lebih berat lagi adalah sifat mengendapnya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh dari janin dan anak-anak. Akibatnya adalah terhambatnya pertumbuhan tulang dan gigi, serta gigi menjadi bertitik kuning kecoklatan an mudah berlubang ( caries ). Karena sifat ini semua antibiotik golongan tetrasiklin tidak boleh diberikan antara bulan ke-4 dari kehamilan dan anak-anak sampai usia 8 tahun. Efek samping yang ditimbulkan adalah fotosensitasi, yaitu kulit menjadi peka terhadap cahaya, menunjukkan kemerah-merahan, dan gatal-gatal. Maka selama pengobatan dengan tetrasiklin hendaknya terhindar dari sinar matahari. ( R. SETIABUDY, 1986).
Penggunaan Klinik Tetrasiklin
· Tetrasikin
Tetrasiklin terutama digunakan untuk pengobatan acne vulgaris dan rosacea. Tetrasikin juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran pernafasan, sinus, telinga bagian tengah, saluran kemih, usus dua belas jari dan juga Gonore.
· Oksitetrasiklin
Oksitetrasiklin berguna dalam pengobatan infeksi karena Ricketsia dan Klamidia, pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan jaringan lunak dan infeksi karena hubungan kelamin.
Sediaan Antibiotik Tetrasiklin di Pasaran
· Tetrasikin
Tetrasiklin dipasaran dalam bentuk kapsul dengan kandungan 250 mg dan 500 mg. Juga ada yang dalam bentuk buffer untuk mengurangi efek sampingnya mengritasi lambung.
· Oksitetrasiklin
Oksitetrasiklin di pasaran tersedia dalam bentuk sediaan kapsul 500 mg dan vial 50 mg/ml untuk injeksi.
· Doksisiklin
Doksisiklin di pasaran tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan kapsul dengan kandungan 50 mg dan 100 mg. (WIKIPEDIA.org./tetrasiklin)
Budidaya Udang Windu
Sejarah
Udang windu merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli.( MURTIDJO, 1992). Daerah penyebaran udang windu antara lain: Sulawesi selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Tuban, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain. .( MURTIDJO,1992)
Jenis
Udang merupakan hewan air laut maupun tawar yang merupakan filum arthopoda atau hewan berbuku-buku yang dapat dilihat pada bentuk fisik udang. Jenis udang yang terdapat di masyarakat beragam, ada yang disebut udang galah, udang windu, udang windu panda dll (WIKIPEDIA.org/udang, 2008)
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Kerajaan : animalia
Filum : arthopoda
Subfilum : crustacea
Kelas : malacostraca
Super-ordo : Eucarida
Ordo : decapoda
Subordo : pleocyemata
Infraordo : carida
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
Spesies : Penaeus monodon
Daur Hidup
Udang menjadi dewasa dan bertelur (udang betina mampu menelurkan 50.000 hingga 1 juta telur ) yang akan menetas setelah 24 jam dan menjadi larva. Larva bermetamorfosis memasuki Fase kedua yaitu zoea. Zoea memakan ganggang liar setelah beberapa hari bermetamorfosis menjadi mysis. Mysis memakan ganggang dan zooplankton, setelah tiga sampai empat hari kemudian bermetamorfosis terakhir kali menjadi postlarvae (udang muda) yang memiliki ciri udang dewasa.( DARMONO,1991)
Persyaratan Lokasi
Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 0C.
Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
· Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
· Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
· Parameter fisik: suhu/temperatur 26-30 0C; kadar garam/salinitas 0-35 permil dan optimal 10-30 permil; kecerahan air 25-30 cm (diukur dengan secchi disk)
· Parameter kimia: pH 7,5-8,5; DO 4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter; H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-) 200 mg/liter; Nitrit (NO3-) 0,5 mg/liter; Mercuri (Hg) 0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu) 0-0,02 mg/liter; Zink (Zn) 0-0,02 mg/liter; Krom Heksavalen (Cr6+) 0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd) 0-0,01 mg/liter; Timbel (Pb) 0-0,03 mg/liter; Arsen (As) 0-1 mg/liter; Selenium (Se) 0-0,05 mg/liter; Sianida (CN) 0-0,02 mg/liter; Sulfida (S) 0-0,002 mg/liter; Flourida (F-) 0-1,5 mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2) 0-0,003 mg/liter.
(MURTIDJO, 1992)
Selanjutnya, Menurut SNI : 02-2724-2002 Pakan Buatan Untuk Udang Windu (Penaeus monodon) yaitu kadar air 10 % b/b, kadar protein 40%, kadar abu 15%, kadar lemk 6 %, cemaran mikroba maksimum 5 x 10- 3 dan antibiotika 0 ppb dan syarat hidup udang windu agar dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik berdasarkan SNI 01-6497.1-2000 tentang budidaya perikanan, yaitu:
Parameter tanah : Jenis tanah liat berpasir (70:30), PH tanah 6,5 - 8,0, Bahan organik 5 -10 %, NH3 0,05 - 0,25 ppm
Parameter air Salinitas 15-30 ppt, PH 7,5-8,7, Suhu 28-31,5 0C, Alkalinitas 40-150 ppm, OT > 3,5 ppm, BOD < 3 ppm, Bahan organik 45-55 ppm, PO4 0,1-0,5 ppm, NH3 0,03-0,25 ppm
Manfaat
Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 0,60 mg, dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll. (DARMONO,1991) Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.(PURNOMO, 1994). Selanjutnya, komposisi nutrien limbah kepala udang windu segar masih mengandung protein cukup tinggi yaitu protein 45,54 %, lemak 5,52 %, serat kadar 15,31 %, kalsium. 9,58 % dan phospor 1,63 %. Kepala udang yang telah dikeringkan kandungan protein 45,37 %, lemak 5,91 %, air 9,54 % dan abu 18,28 %.(PURNOMO, 1994)
Enzyme Linked ImmonuSorbent Assay (ELISA)
Sejarah
ELISA adalah komponen integral dalam klinikal imunologi laboratorium. Metode ELISA sangat memungkinkan untuk mendeteksi dan menghitung ligan dengan melekul massa yang besar (> 30.000 dalton). Metode ini mampu diaplikasikan, baik untuk analit dengan berat molekul kecil maupun besar. Teknik ELISA mempunyai sensitivitas tinggi dan sedikit penggunaannya dalam radioisotop sehingga membuatnya populer untuk kualitatif dan kuantitatif dalam mendeteksi antigen dan antibodi (STILTES & FOLAS,1997)
EIA/ELISA pada awalnya dikembangkan untuk mendukung Immunoassay dengan radioImmunoassay, sebuah teknik menggunakan radioaktif antigen atau antibodi. Pada radioImmunoassay, radioaktif memberikan sinyal yang diindikasikan secara antigen atau spesifik dalam contoh. RadioImmunoassay pertamakali dijelaskan dalam makalah Rosalyn Sussman Yalow dan Solomon Berson dan dipublikasikan pada tahun 1960
Karena radioktif dapat mengganggu, maka alternatif lain yang lebih aman harus dicari. RadioImmunoassay akan digantikan non-radiaktif sinyal. Enzim (seperti peroksida ) bereaksi dengan subtrat yang tepat (seperti ABTS atau 3,3-5,5-TetrametilBenzidine) memberikan hasil perubahan warna yang dapat digunakan sebagai sinyal. Sinyal yang dihasilkan sebanding kandungan antibodi atau antigen, sehingga Enzim harus terikat pada antibodi yang tepat. Proses pengikatan (ikatan antigen/ antibodi) telah dikembangkan secara terpisah oleh Strtis Avrameas dan G.B pierceSince yang mana proses ini membutuhkan pencucian antibodi atau antigen yang tidak terikat. teknik ini disempurnakan dan dipublikasikan oleh Wide dan Porath pada tahun 1966.
Pada tahun 1971 Peter Pertmann dan Eva Engvall di stockholm Universuty swedia serta Anton Schurrs dan Bauke van weemen di Belanda secara terpisah mempublikasikan metode ELISA/EIA dalam sebuah makalah
Prinsip
Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay atau disebut ELISA, Enzyme ImmunoAssay atau EIA, adalah teknik biokimia biasa digunakan dalam immunology untuk mendeteksi kandungan antibiotik atau antigen dalam contoh. Dalam istilah sederhana, pada ELISA jumlah yang tidak diketahui dari antigen yang berada di permukaan lalu spesifik antibody dicuci pada permukaan sehingga dapat terikat pada antigen. Antibodi ini terhubung dengan enzim, dan pada tahap akhir suatu zat ditambahkan yang dapat merubah enzim menjadi sesuatu sinyal yang dapat di deteksi. Dalam halnya ELISA flourecensi, ketika cahaya dilewatkan diatas contoh, setiap komplek antigen/ antibodi akan berflouresensi sehingga jumlah antigen dalam contoh dapat diukur.
ELISA paling sedikit melibat satu antibodi untuk partikel antigen spesifik. Contoh dengan jumlah antigen tidak diketahui diikat pada fase padat ( biasanya polystyrene microtiter plate ) yang spesifik atau tidak spesifik. Setelah antigen diikat antibodi pendeteksi ditambahkan, dan akan membentuk komplek dengan antigen.Deteksi antibodi dapat membentuk ikatan kovalen dengan enzim, atau dapat pula dideteksi sendiri oleh antibodi kedua yang terhubung dengan biokonjugat diantara tahapan dilakukan pencucian dengan deterjen untuk memisahkan setiap protein atau antibodi yang tidak bereaksi spesifik. setelah pencucian tahapan akhir plate di develoving dengan penambahan (larutan developing) zat enzimatik yang dapet memberikan sinyal visual (warna) yang mengambarkan jumlah antigen dalam contoh.
ELISA dapat mendeteksi kandungan antigen atau antibodi dalam contoh, juga menentukan konsentrasi antibodi dalam darah. ELISA biasa digunakan dalam industri farmasi, dan industri makanan untuk menetapkan zat toksik dan residu kimia berbahaya.
Metode ELISA dilakukan dengan membandingkan dengan konsentrasi standar yang telah diketahui. Apabila sinyal yang diberikan contoh lebih kuat daripada standar maka disebut positif, apabila lebih lemah disebut negatif. Selain itu dapat juga ditentukan konsentrasi antibodi/ antigen dalam contoh dalam satuan ng/mL atau ng/L.
Menurut Thompson (1996) dalam kaplan & Pesce (1996), pengujian ELISA umumnya mempunyai antibodi tak bergerak pada perangkat padatnya yaitu ligan yang dibungkus enzim. Enzim ini bermanfaat sebagai label karena memiliki kriteria sebagai berikut :
· Aktivitas spesifik tinggi. Sinyal amplifikasi dapat diperoleh dari label enzim yang mengubah jumlah subtrat selama masa inkubasi.
· Mudah berpasangan dengan ligan. Enzim memiliki cukup asam dan basa dari asam amino, sehingga mudah berpasangan dengan ligan tanpa kehilangan aktivitas enzimatik subtansial.
· Stabilitas. Enzim bersifat stabil pada suhu dibawah 5 0C .
· Enzim biasanya tidak terdapat pada cairan biologi. Dalam hal ini cairan biologi contoh dapat dianalisis.
· Retensi dari aktivitas. Enzim lebih beraktivitas ketika mengikat ligan antibodi.
Elisa menggunakan label enzim untuk mengukur formasi kompleks antigen-antibodi. Enzim yang digunakan pada pengujian ini dikonjugaikan menjadi ligan berupa antigen, antibodi spesifik untuk antigen yang diketahui, dan antibodi untuk antibodi primer.
Jenis ELISA
· Indirect ELISA
Secara umum indirect ELISA digunakan untuk penetapan konsentrasi antibodi dalam darah.Darah diinkubasikan pada well, setelah itu ikatan antibodi yang lemah dicuci. Antibodi kedua ditambahkan untuk mendetaksi ikatan antibodi. Enzim ini dapat merubah subtrat menjadi berwarna. Setelah reaksi selesai dilakukan penetapan dengan ELISA plate reader.
· Sandwich ELISA
Sandwich ELISA terdiri dari (1) plate yang dilapisi penangkap antibodi; (2) contoh ditambahkan, dan sejumlah antigen yang terkandung terikat pada penangkap antibodi; (3) pendeteksi antibodi ditambahkan, dan mengikat antigen ; enzim yang mengikat antibodi yang lain ditambahkan, dan mengikat pendeteksi antibodi; (5) subtrat ditambahkah, dan diubah oleh enzim menjadi bentuk yang dapat dideteksi (produk berwarna). (6) untuk penetapan secara kuantitatif produk warna diukur absorbansinya.
Solid Phase Antigen Enzyme Conjugate Sandwich Complex
Yellow Color - Reaction Product Sandwich Complex Blue Color - Substrate
· Gambar 1. Reaksi Sandwich ELISA
Menurut FELDKAMP (1996) dalam KAPLAN & PESCE (1996), reaksi yang terjadi antara antibodi dengan antigen, kemudian dilakukan reaksi tambahan dengan reaksi berikutnya dengan antibodi kedua (enzim), akan menghasilkan semacam sandwich dengan posisi antigen diantara antibodi yanmg berbeda. Teknik sandwich dapat digunakan untuk mengukur baik antigen maupun antibodi, dalam hal ini fase padat (well) dilapisi antigen dan dipadatkan dalam polistyren.
Untuk penetapan antigen, dua molekul antibodi harus diikat menjadi antigen. Selanjutnya hanya antigen-antigen besar yang dapat di ukur. Pada tahap pertama, antibodi secara spesifik dibuat tidak bergerak dalam permukaan padat, berupa plate mikrotiter. Permukaan padat dicuci untuk memindahkan semua senyawa yang tidak bereaksi, kemudian ditutup dengan protein. Tahap kedua, antigen direaksikan dengan antibodi yang tidak bergerak. Semua zat yang tidak bereaksi dicuci kembali. Pada tahap ketiga, antibodi yang diinginkan telah bereaksi dengan antigen, yang sudah tidak bergerak oleh antibodi dalam fase padat. Kemudian jumlah produk diukur secara langsung , intentitas warna produk sebanding dengan jumlah ikatan pada fase padat (jumlah antigen dalam contoh ) ( FELDKAMP,1996 dalam KAPLAN & PESCE, 1996 )
Untuk sistem pengukuran antibodi, antigen yang diinginkan harus lebih dalam dibuat tidak bergerak dalam matriks yang tidak larut, seoerti plate mikirotiter. Proses tak bergerak dengan resistensi dari reaktivitas antigen merupakan tahap pertama. Tahap kedua, antigen yang tak bergerak direaksikan dengan antibodi contoh. Banyaknya antibodi yang berikatan dengan antigen tidak bergerak dalaam fase padat. Setelah terjadi sperasi dari komponen-komponen tidak bereaksi dengan pencucian permukaan, antibodi ini dideteksi dan dihitung dengan menambahkan anti-antibodi yang berasal dari spesifikasi dari kelas antibodi yang diinginkan.
Contoh diinkubasikan pada microwell yang dilapisi penangkap antibodi. Antigen pada contoh terikat dengan penangkap antibodi dan akan terimobilasi. Mikrowell dicuci untuk memisahkan antigan yang tidak terikat dan selanjutnya enzim konjugat ditambahkan. Antibodi dari enzim konjugat berikatan dengan antigen terimmobilasi dalam bentuk sandwich antibodi-antigen-antibodi/enzim dan terikat pada microwell.
Dalam hal ini jumlah enzim yang terikat pada microwell secara langsung dapat dikatakan sebanding dengan jumlah antigen atau antibodi dalam contoh. Setelah antigen/antibodi yang tidak terikat dan konjugat bebas dicuci, enzim kromogenik ditambahkan. Enzim kromagenik bereaksi dengan enzim yang terikat menghasilkan produk perubahan warna (warna biru menjadi kuning)
Penetapan kuantitas konsentrasi antigen/antibodi diukur melalui absorbansi dari warna produk reaksi menggunakan sepektropotometri mikrowell reader. Dalam hal ini inensitas warna sebanding dengan jumlah ikata antigen pada fase padat (contoh). Sinyal masukan yang benar menggunakan antibodi kedua yang terhubung pada enzim. Secara teknik hal ini tidak perlu jika antibodi pertama berhubung pada enzim. Walaupun begitu antibodi kedua digunakan untuk menghindari proses reaksi antara ikatan enzim dan antibodi dimana setiap antigen dapat terditeksi (tidak selektif)
Keuntungan dari penggunaan sandwich ELISA yaitu dapat digunakan untuk campuran atau contoh yang tidak murni dan tetap selektif mengikat tiap antigen dalam contoh. Konjugat antibodi universal dapat digunakan sebagai antibodi kedua meskipun berlawanan dengan antibodi primer. Metode ini lebih sensitif daripada metode tidak langsung dan metode competitive. ( GARY, 1994 )
· Competitive ELISA
.Tahapan dalam penetapan competitive ELISA yaitu:
1. Antibodi tak berlabel ( contoh ) yang mengandung antigen di inkubasi
2. Ikatan kompleks antibodi terjadi saat ditambahkan pada antigen pada well.
3. Plate dicuci untuk membuang antibodi takberikatan (antigen dalam contoh) dan antibodi akan bersaing untuk terikat pada antigen pada well.
4. Antibodi kedua yang spesifik terhadap antibodi peertama ditambahkan. Antibodi kedua akan berpasangan dengan enzim.
5. Subtarat ditambahkan yang dapat menghasilkan prodik warna sebagai sinyal.
Antigen dibuat tak bergerak (fasa padat) dalam well
Ditambahkan antibodi tak berlabel (contoh atau standar), Antibodi pertama, dan konjugat antibodi
Reaksi Kompetitif (masa inkubasi)
(Antibody #1 yang berikatan dengan antigen bebas bersaing dengan konjugate antibody memperebutkan jumlah terbatas dari antigen tak bergerak)
Pembuangan zat yang tidak terikat dengan buffer pencuci sebanyak 3 kali.
.
Penambahan TMB substrat menghasilkan produk yang berwarna selama masa inkubasi kedua
Reaksi dihentikan dengan Stop Solution dan dibaca dengan ELISA Reader
Antibodi kedua adalah enzim seperti peroxida atau alkali pospat yang dapat mengikat semua jenis antibodi pada manusia. Konfigurasi antibodi dibuat tidak bergerak pada fase padat kaerena ligan pda contoh bersaing (competitive) dengan enzim ligan untuk memperebutkan jumlah ikatan terbatas pda antibodi yang terletak pada fase padat. Setelah reaksi ikatan, fase padat dicuci dengan washung buffer untuk membuang ligan tak berikatan. Jumlah ikatan enzim pada fase padat sebanding dengan frlouresensi atau produk warna yang terbentuk setelah penambahan subtrat (developing) yang kemudian diukur absorbansinya.
Dalam uji tipe ini, ligan tidak berlabel bersaing dengan ligan yang telah berkonjugasi dengan enzim dalam memperebutkan ikatan terbatas pada antibodi tidak bergerak. Setelah inkubasi, terjadi pemisahan ikatan dan ligan yang telah di konjugasi, enzim dibebaskan dengan menggunakan fase padat (spe). Sejumlah subtrat ditambahkan sampai enzim membentuk fraksi ikatan sehingga subtrat menjadi produk berwarna.
Prinsip direct competitive ELISA. (i) Antibodi spesifik untuk antigen ditarik atau ditahan pada permukaan well. campuran sejumlah antigen-enzyme conjugate yang diketahui dan konsentrasi antigen contoh homogen dalam well. (ii) setelah itu antigen dan antigen-enzyme conjugate terdistribusi di antara ikatan sesuai konsentrasi (iii) zat yang takterikat dicuci dean dibuang. jumlah antigen-enzyme conjugate yang terikat ditetapkan berdasarkan reaksi enzimatik.
Secara sederhana, uji ikatan kompetitif menggunakan antigen yang diinginkan. Enzim yang disegel oleh antigen dicampur dengan larutan uji yang berisi antigen dengan jumlah yang tidak diketahui. Larutan uji yang berisi antigen tersegel maupun tidak bersegel akan bereaksi dengan antibodi dalam jumlah terbatas yang ikatanya menjadi matrik padat. Antigen yangyang tidak berikatan dibuang dengan pencucian dan jumlah antigen tersegel diukur dengan determinasi jumlah ikatan enzim yang berubah pada permukaan. Pengujian itu biasanya dibentuk oleh antigen berlebih dari larutan uji yang berisi subtrat dan kofaktor enzim. Reaksu enzimatik akan menghasilkan produk warna yang diproses terus menerus untuk itu diperlukan stop solution (berupa asam kuat) dan pengukuran harus segera dilakukan.
Untuk kompetitive ELISA konsentrasi antigen tertinggi menghasilkan sinyal paling lemah. Antigen berlabel dan antigen contoh bersaing untuk mengikat antibodi pertama. Semakin banyak antigen dalam contoh semakin sedikit antigen berlabel yang tertahan sehingga sinyal menjadi lemah.
Menurut Steinbeck (1993) dalam Anderson & Cockayne (1993), prinsip prosedur adalah ikatan dalam antigen dan antibodi profersional terhadap konsentrasi antigen standar, kontrol, dan contoh uji. Tidak semua antigen dapat berikatan sejak berkompetisi dengan jumlah antigen untuk memperebutkan jumlah terbatas ikatan antibodi. Asumsi dari uji kompetitif:
1. Antigen dan antibodi harus homogen dan unteraksunya reversible sehingga mampu mencaoai kesetimbangan.
2. Antigen yang diinginkan tidak tercampur dengan reaksi antigen-antibodi.
3. Antigen dan antibodi dapat membentuk bimolekul.
4. Komplek antigen antibodi dapat terpisah dari antigen yang diinginkan.
Enzim
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor.
Immunoassay
Immunoassay telah dipercaya dalam penggunan antibodi sebagai ikatan spesifik pereaksi. Prinsip Immunoassay adalah ikatan bolak-balik, khususnya pada antigen dan antibodi tertentu, yang akan menempati dan berintraksi membentuk kompleks yang berbeda dari ikatannya atau ligan bebas.
Pada Immunoassay, prosedurnya menggunakan enzim pembungkus dan reaksi subtrat enzim menjadi kuantitas zat yang diinginkan. Format Immunoassay dapat digunakan untuk mendeteksi molekul kecil antigen, termasuk hormon dalam cairan-cairan biologi ( FELDKAMP, 1996 dalam KAPLAN dan PESCER, 1996 )
Biosensor digunakan bersama ELISA. ELISA mengunakan detektor dari kemampuan reaksi antigen-antibodi. Sejumlah enzim yang terhubeng dengan antigen berikatan antibodi tak bergerak yang ditetapkan berdasarkan konsentrasi hubungan konsentrasi dan konjugasi natigen serta kuantitas reaksi enzimatik. Teknik ELISA digabungkan dengan Immunosensor dapat memperluas range distribusi, kecepatan, dan sensitivitas penetapan. Konfigurasi Immunosensor sederhana dapat dilihat pada gambar berikut.
Prinsip immunosensor (a). i tabung dilapisi antigen terimmobilasi. antibody-enzyme conjugate ditambahkan dan terjadi ikatan. ii setelah bereaksi sempuran senyawa yang tak berikatan dibung melalui pencucian. iii larutan analit antigen ditambahkan , mengikat mengikat sejumlah antibody-enzyme conjugate bebas diatas konsentrasi antigen. Jumlah antibody-enzyme conjugate yang terikat dutetapkan dengan respon yang diberikan biosensor. (b) i Transduser dilapisi (immobilasi) antibody specifik untuk mengikat antigen. Transduser berisi larutan imersi digampurkan dengan antigen-enzyme conjugate yag diketahui jumlahnya dengan konsentrasi antigen contoh. ii setelah bereaksi sempurna antigen and antigen-enzyme conjugate berdistribusi diantara ikatan dan antigen bebas. iii senyawa yang tidak berikatan dibuang dengan pencucian. jumlah antigen-enzyme conjugate yang terikat ditetapkan secara langsung dari sinyal tranduser.
Reaksi Antigen Antibodi
Pada buku Steinbeck (1993) dalam Anderson & Cockayne (1993), dijelaskan bahwa antigen berasal dari kata immunogen yang berarti subtansi npartikulasr spasial, yang dapat mendorong pembentukan respon imun dan memproduksi immunoglobuli. Lain halnya dengan antibodi, yang mendorong produksi imun kontras dengan antigen dan bisa di kombinasikan dengan satu atau lebih antibodi. Bagian dari molekul antibodi yang membentuk kontak dengan antigen selama reaksi antigen-antibodi disebut antibodi binding-site.
Spesifikasi reaksi antigen-antibodi merupakan tingkat ikatan antibodi untuk partikular antigen yang tidak memiliki ikatan molekul dengan strutur yang hampir sama. Kekuatan ikatan antigen-antibodi tunggal disewbut afinitas antibodi. Afinityas adalah jumlah penyerapan aktraktif antara antigen-antibodi yang bersangkutan. Afinitas ikatan dalam antibodi dinamakan konstanta K, sehingga iaktan non kovalen antigen-antibodi bersifat bolak balik. Nilai K diperoleh dari penjumlahan antigen-antibodi yang membentuk kompleks.
Udang merupakan bahan pangan yang sangat diminati, karena memiliki nilai gizi tinggi dengan kadar protein 21 %, lemak 0,2 %, vitamin A 0,06 mg/100g, Vitamin B 0,01mg 100g daging udang, mineral posfor 170 mg, dan zat kapur 136 mg (Darmono,1991). Produksi/konsumsi udang dunia pada tahun 2000 telah mencapai 4 juta ton, dengan 26 % dari budidaya dan 74 % dari penangkapan dan naik kira-kira 11,5 %/tahun. Hal ini mengakibatkan negara, khususnya masyarakat, melakukan budidaya udang secara besar-besaran dan intensif untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor. Udang sendiri merupakan komuditas ekspor non migas paling banyak. Untuk keperluan ekspor, eksportir harus mengikuti prasyaratan sanitasi salah satunya sertifikat HACCP, dan bebas residu kimia seperti tetrasiklin, sulfadimethoxine, metil mercuri, chlorompenicol (US FDA), dengan batas toleransi yang berbeda-beda tiap negara. Amerika melalui US FDA (United State America Food Drugs Administration) tahun 2000 No.21/C.R.F.556.720 memberikan batas maksimum residu tetrasiklin dalam udang sebanyak 2000 ppb, Jepang dalam JETRO (Japan External Trade Organization) tahun 1997 batas toleransi maksimum residu tetrasiklin pada udang 200 ppb, dan Uni Eropa dalam UE EC (Economic Commision) No.2377 tahun 1990 mensyaratkan residu tetrasiklin maksimum pada udang 100 ppb. Tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas dan bersifat bakteriostatik, yaitu dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri dengan jalan menghambat proses pembentukan protein (asam amino) bakteri. Namun tetrasiklin mudah mengalami resistensi dan sulit terdegradasi di dalam tubuh (anmetabolism). Tetrasiklin biasa digunakan untuk mengobati typus, spilis, dan dalam budidaya udang biasa digunakan untuk mencegah bakteri riketsia serta digunakan dalam pengawetan udang. Selain memberikan manfaat tetrasiklin juga memberikan efek samping seperti menghambat pertumbuhan tulang, resistansi terhadap penisilin, pencoklatan gigi, dan gangguan kehamilan. Untuk itu diperlukan pengawasan mutu udang ( kandungan risidu tetrasiklin pada udang ) khususnya untuk udang komoditas ekspor.
Selanjutnya, melalui SK Dirjen Perikanan Budidaya N0.502/DPB/ PB.430.D4/ I/ 2008, DKP menunjuk Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi sebagai laboratorium acuan dan pengujian kandungan residu ikan, bahan kimia, bahan biologi dan kontaminan pada budidaya ikan. BBPBAT bertanggung jawab atas semua pengujian residu obat ikan termasuk menganalisis kandungan antibiotik seperti tetrasiklin.
Percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi residu tetrasiklin dalam udang. Kemudian hasil yang diperoleh dibandingkan dengan persyarat ekspor yang ditetapkan oleh US FDA, JETRO, dan UE EC. Percobaan ini melalui tiga tahap yaitu persiapan contoh, pengukuran, dan perhitungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Antibiotika
Pendahuluan
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. .(www.drugs.com/antibiotik)
Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotik berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup. .(www.drugs.com/antibiotik)
Antibiotik akan mengalami transportasi tergantung pada daya ikatnya terhadap protein plasma. Bentuk yang tidak terikat dengan protein itulah yang secara farmakologiis aktif, yaitu memiliki kemampuan sebagai antimikroba. Semua jenis antibiotik dengan cara kerja tersebut dapat bersifat mematikan atau menghambat antibiotik. Antibiotik bersifat mematikan, bila dosisnya tinggi. Sedangkan antibiotik bersifat menghambat bila dosisnya rendah. (www.drugs.com/antibiotik).
Penggunaan antibiotik ini (pada manusia dan hewan) akan menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik tersebut, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target. Hal ini dimungkinkan karena adanya transfer materi genetik (plasmid atau transposon) di antara genus bakteri yang berbeda yang masih memiliki hubungan dekat, meliputi bakteri Escherichia coli, Klebsiella, dan Salmonella. (CORNER, 1995)
Mekanisme Kerja Antibiotik
Antibiotik memiliki cara kerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Pada kondisi bakteriostatis, mekanisme pertahanan tubuh inang seperti fagositosis dan produksi antibodi biasanya akan merusak mikroorganisme. Ada beberapa cara kerja antibiotik terhadap bakteri sebagai targetnya, yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat sintesis metabolit esensial. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Dinding sel bakteri terdiri atas jaringan makromolekuler yang disebut peptidoglikan. Penisilin dan beberapa antibiotik lainnya mencegah sintesis peptidoglikan yang utuh sehingga dinding sel akan melemah dan akibatnya sel bakteri akan mengalami lisis. Riboson merupakan mesin untuk menyintesis protein. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Sel eukariot memiliki ribosom 80S, sedangkan sel prokariot 70S (terdiri atas unit 50S dan 30S). Perbedaan dalam struktur ribosom akan mempengaruhi toksisitas selektif antibiotik yang akan mempengaruhi sintesis protein. Di antara antibiotik yang mempengaruhi sintesis protein adalah kloramfenikol, eritromisin, streptomisin, dan tetrasiklin. Kloramfenikol akan bereaksi dengan unit 50S ribosom dan akan menghambat pembentukan ikatan peptida. (www.wikipedia.org./antibiotika)
Pada rantai polipeptida yang sedang terbentuk. Kebanyakan antibiotik yang menghambat protein sintesis memiliki aktivitas spektrum yang luas. Tetrasiklin menghambat perlekatan tRNA yang membawa asam amino ke ribosom sehingga. Penambahan asam amino ke rantai polipeptida yang sedang dibentuk terhambat. Antibiotik aminoglikosida, seperti streptomisin dan gentamisin, mempengaruhi tahap awal dari sintesis protein dengan mengubah bentuk unit 30S ribosom yang akan mengakibatkan kode genetik pada mRNA tidak terbaca dengan baik. (www.wikipedia.org./antibiotika)
Penggunan Antibiotik
Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.Yang harus selalu diingat, antibiotika hanya ampuh dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Karena itu, penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan sifat ini ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada pula yang bakterisida. klas antibiotik berdasarkan sifat aktifitasnya. Bakteriostatik (kloromfenikol-tetrasiklin-Eritromisin-Linkomisin-Rifampisin-Sulfonamida). Bakterisida (Penisilin-Sefalosporin-Aminoglikosid). (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Karena biasanya antibiotika bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotika. Itulah sebabnya, pemberian antibiotika biasanya diberikan dalam dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka waktu yang agak panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotika yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'. (Gan VHS, 1980). Penggunaan antibiotik pada pakan hewan dan pengawetan sebagai pemacu pertumbuhan telah mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Macam-Macam Antibiotik
Penggolongan antibiotik dilakukan berdasarkan stuktur kimia, fungsi dan mekanisme kerjanya. Penggolongan antibiotik yaitu:
1. Berdasarkan daya kerja : bakterisid (pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman, Contoh : pensisilin, sefalosporin, dll), bakteriostatik (pada dosis biasa berkhasiat menghentikan/menghambat pertumbuhan kuman, contoh : sulfonamida, kloramfenikol)
2. Berdasarkan struktur kimia:
· Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
· Antibiotika golongan sefalosforin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.
· Antibiotika golongan klorampenikol, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
· Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
· Antibiotika golongan penisilin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan.
· Antibiotika golongan beta laktam golongan lain, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.
· Antibiotika golongan kuinolon bekerja dengan menghambat satu atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri.
Antibiotika golongan tetrasiklin, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
3. Berdasarkan Mekanisme kerja
Menghambat sintesis dinding sel atau mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel mikroba sehingga menghilangkan kemampuan untuk berkembang biak, lisis (penisilin, sefalosporin, sikloserin, basitrasin)
Antibiotika yang bekerja langsung terhadap membran sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran dan menghilangkan senyawa intraseluler (polimiksin, nistatin, amfoterisin)Antibiotika yang mengganggu fungsi ribosom bakteri, menyebabkan inhibisi sintesis protein (kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin, dll)
Antibiotika yang mengganggu pembentukan asam-asam inti (DNA,RNA) :(rifampisin,dan kuinolon)
4. Berdasarkan sasaran kerja
· Zat dengan aktivitas sempit (narrow spektrum) terutama aktif untuk beberapa jenis bakteri saja. Aktif untuk bakteri gram positif (penisilin G, V, kanamisin, eritromisin). Aktif untuk bakteri gram negatif (streptomisin, gentamisin, dll)
· Zat dengan aktivitas luas (broad spektrum) baik gram positif maupun gram negatif (penisilin, sefalosporin, dll)
· Bakteriostatika :Menahan pertumbuhan & replikasi bakteri pada kadar serum yang dapat dicapai tubuh pasien.Membatasi penyebaran infeksi saat sistem imun tubuh bekerja memobilisasi & mengeliminasi bakteri patogen.Misalnya : Sulfonamid, Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolid, Linkomisin.
· Bakterisid :Membunuh bakteri serta jumlah total organisme yang dapat hidup & diturunkan.Pembagian : a) Bekerja pada pase tumbuh kuman, misalnya : Penisilin, Sefalosporin, Kuinolon, Rifampisin, Polipeptida. b) Bekerja pada pase istirahat, misalnya : Aminoglikosid, INH, Kotrimoksazol, Polipeptida.
· Spektrum Antimikroba
Spektrum Sempit : bekerja hanya pada mikroorganisme tunggal / grup tertentu. Misalnya, Isoniazid untuk mikobakteria.Spektrum Sedang : efektif melawan organisme Gram (+) & beberapa bakteri Gram (-). Misalnya, Ampisilin.
Spektrum Luas : mempengaruhi spesies mikroba secara luas. Misalnya, Kloramfenikol & Tetrasiklin.
Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat ditingkatkan dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila konsentrasinya ditingkatkan. Antibiotik yang baik idealnya mempunyai aktivitas anti-mikroba yang efektip dan selektip serta mempunyai aktivitasbakterisid. Derajat toksisitas selektip tergantung pada struktur yang dimiliki sel bakteri dan manusia. Misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia, sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri mempunyai
toksisitas selektif relatif tinggi. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Resistensi
Resistensi sel mikroba suatu sifat tidak tergangunya kehidupan sel mikroba oleh antibiotik. Sifat ini bisa merupakan suatu mekanisme alamiah untuk tetap bertahan hidup.Bila pertumbuhan bakteri tidak dapat dihambat oleh antibiotik pada kadar maksimal yang dapat ditolerir host.(
GAN, 1980)
Mekanisme Resistensi
Mekanisme resistensi pada bakteri meliputi mutasi, penghambatan aktivitas antibiotik secara enzimatik, perubahan protein yang merupakan target antibiotik, perubahan jalur metabolik, efluks antibiotik, perubahan pada porin channel, dan perubahan permeabilitas membran. Mutasi genetik tunggal mungkin menyebabkan terjadinya resistensi tanpa perubahan patogenitas atau viabilitas dari satu strain bakteri. Perkembangan resistensi terhadap obat-obat antituberkulos, seperti streptomisin, merupakan contoh klasik dari perubahan tipe ini. Secara teoretis ada kemungkinan untuk mengatasi resistensi mutasional dengan administrasi suatu kombinasi antibiotik dalam dosis yang cukup untuk eradikasi infeksi sehingga mencegah penyebaran bakteri resisten orang ke orang. Namun, adanya emergensi yang meluas dari multi-drug resistan. Mycobacterium tuberculosis memperlihatkan bahwa tidak mudah untuk mengatasi resistensi dengan formula kombinasi. Contoh lain resistensi mutasional yang juga penting adalah perkembangan (GAN, 1980)
Problem yang cukup penting adalah kemampuan bakteri untuk mendapatkan materi genetik eksogenus yang mengantarkan terjadinya resistensi. Spesies pada peneumokokki dan meningokokki dapat "mengambil" materi DNA di luar sel (eksogenus) dan mengombinasikannya ke dalam kromosom. Banyak materi genetik yang bertanggung jawab terhadap resistensi ditemukan pada plasmid yang dapat ditransfer atau pada transposon yang dapat disebarluaskan di antara berbagai bakteri dengan proses konjugasi. Transposon merupakan potongan DNA yang bersifat mobile yang dapat menyisip masuk ke dalam berbagai lokasi pada kromosom bakteri, plasmid atau DNA bakteriofag. Beberapa transposon atau plasmid memiliki elemen genetik yang disebut integron yang mampu "menangkap" gen-gen eksogenus. Sejumlah gen kemungkinan dapat disisipkan ke dalam integron yang menghasilkan resistensi terhadap beberapa bahan antimikroba.
Timbulnya resistensi pada mikroba terhadap suatu antibiotik terjadi berdasarkan salah satu atau lebih dari mekanisme berikut:
· Mikrob mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur enzim
· Mikrob mensintesis suatu enzim baru untuk menggantikan enzim inaktivator/ penghancur antibiotik yang dihambat kerjanya.
· Mikrob meningkatkan sintesis metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif terhadap antibiotika
· Mikrob membentuk jalan metabolisme baru
· Permetabilitas dinding atau membran sel mikroba menurun untuk antibiotika
· Perubahan struktur atau komposisi ribosom sel mikroba
.(http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Penyebab timbulnya resistensi antibiotika yang terutama adalah karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis.
Tidak tepat sasaran, salah satunya adalah pemberian antibiotika pada pasien yang bukan menderita penyakit infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri, antibiotika yang diberikan pun harus dipilih secara seksama. (http//mekanisme kerja antibiotik/pdf.usman suwandi)
Tetrasiklin
Sejarah
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Tetrasiklin merupakan antibiotik golongan antibiotik bersifat bakteriostatik dan bakerja dengan jalan menghambat sistensis protein kuman. Dikatakan pula tetrasiklin mampu bertindak sebagai chelator logam berat, khususnya kalsium.(Gan VHS, 1980)
Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh respirasi Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin. (WIKIPEDIA.org/TETRASIKLIN, 2008).
Streptomyce genus bakteri dari famili Streptomycetaceae. Terdapat lebih dari 500 jenis Streptomyce. Streptomyce merupakan actinobacteria golongan gram-positive. Streptomyce ditemukan pada tumbuhan mati. Metabolisme sekunder Streptomyce menghasilkan lebih dari dua antibiotik alami.
Beberapa antibiotik yang dihasilkan Streptomyce sp
· Erythromycin ( dari S.erythreus )
· Tetracycline ( dari S. Rimosus )
· Chloramphenicol ( dari S.venezuelae )
· Neomycin ( dari s.fraduase ). (WIKIPEDIA.org/ streptomyce, 2008)
Karesteristik Struktur Kimia dan Fisika
Tetrasiklin atau 2-(amino-hydroxy-methylidene)-4-dimethylamino-6,10,11,12a-tetrahydroxy-6-methyl-4,4a,5,5a-tetrahydratetracene-1,3,12-trione; Nama dagang dari tetrasiklin adalah Acromycin, Sumycin, atau tetracab. Memiliki rumus bangun C22H24N2O8 X H2O, dan berat molekul 444.435 g/mol. (WIKIPEDIA.org/TETRASIKLIN, 2008).
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam HCL-nya mudah larut. Larutan garam ini hanya stabil pada pH 2 dan terurai dengan cepat pada pH lebih tinggi. Bila disimpan di tempat panas dan lembab mudah terurai, terutama di bawah pengaruh cahaya, dan menghasilkan derivate anhidro- dan epi-tetrasiklin yang sangat toksik bagi ginjal. Oleh karena itu kapsul tetrasiklin yang sudah tersimpan lama atau sudah berwarna kuning tua sampai coklat tidak boleh digunakan lagi. (SETIABUDY, 1980). Tetrasiklin bersifat bakteriosida pada konsentrasi tinggi dan bakteriostatik pada konsentrasi rendah.
Tetrasiklin bersifat amfoter karena mengandung gugus-gugus yang bersifat asam, seperti hidroksil, dan basa, seperti gugus dimetilamino. Dengan asam kuat tetrasiklin dapat membentuk garam asam yang mudah larut dalam air dan cukup stabil. Garam basanya, yang dibentuk dengan basa kuat seperti NaOH, KOH atau Ca(OH)2, tidak stabil dalam air. Tetrasiklin mengandung gugus-gugus yang dapat membentuk ikiatan hidrogen intramolekul dan dapat membentuk kompleks dengan garam-garam Ca, Fe, Mg. Oleh karena itu tetrasiklin tidak boleh diberikan bersama-sama dengan susu,antasida, obat antianemia dan sediaan obat lain yang mengandung garam-garam Ca, Fe, Mg. (SKINNER dan NALBANDIAN, 1975)
Struktur Induk Golongan Tetrasiklin dapat dilihat dibawah ini:
Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan antibiotika spektrum luas bersifat bakteriostatik untuk kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika ini masih merupakan pilihan utama untuk infeksi-infeksi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, dan mikoplasma. Mungkin juga efektif terhadap N. meningitidis, N. gonorhoeae dan H. influenzae., termasuk di sini adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin.(
GAN,1980)
Terasiklin yang paling banyak dikenal adalah yaitu tetrasiklin, oxytetrasiklin, clorotetrasiklin, doxytetrasiklin, hubungan reaktivitasnya yaitu 100 % tetrasiklin sebanding dengan 60 % oxytetrasiklin, 400 % clorotetrasiklin, dan 800 % doxytetrasiklin.(R&D DIAGNOSTIES-BIOTECHNOLOGY, 2008).
Berdasarkan struktur kimianya, golongan tetrasiklin dibedakan menjadi 8 jenis , dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Tetrasiklin
Jenis Tetrasiklin
Gugus
R1
R2
R3
R4
R5
Klortetrasiklin
- Cl
-CH3
-H
-OH
-H
Oksitetrasiklin
-H
-CH3
-OH
-OH
-H
Tetrasiklin
- H
-CH3
-H
-OH
-H
Demoklosiklin
-Cl
-H
-H
-OH
-H
Doksisikin
-H
-CH3
-OH
-OH
-H
Minosiklin
-N(CH3)2
-H
-H
-H
-H
Limesiklin
-H
-OH
-C
-H
Rolitetras
-H
-CH3
-H
-OH
Lembar Keselamatan Bahan Tetrasiklin
· Nama bahan : Tetrasiklin
· Formula : C22H24N2O8
· CAS# : 60-54-8
· LD (50) : ORAL : 807 mg/Kg
· Kelarutan : sedikit larut dalam air dan etanol: tidak larut dalam aceton, eter, dan cloroform.
· Titik didih : 210 0C
· Indikasi : harmfull
· Penyimpanan : Disimpan pada (20-25 0C ), tempat tertutup. Hindari dari panas, cahaya langsung, dan lembab. (sience.lab.com/tetracyclin MSDS)
Mekanisme Kerja Tetrasiklin
Golongan Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif.
Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak.( WALUYO, 1992)
Tempat kerja antibiotik golongan tetrasiklin adalah pada ribosom bakteri melalui dua cara yaitu: pertama difusi pasif melalui pori hidrofil pada membran terluar sel dan system transport aktif yang tergantung energi. Tetrasiklin menghambat jalan masuk aminoasil-t-ARN ke tempat reseptor A pada kompleks m-ARN, ribosom, menghalangi penggabungan asam amino ke rantai peptida dan menyebabkan hambatan sintesis protein. ( R. SETIABUDY, 1980)
Pada umumnya mekanisme kerja golongan tetrasiklin sama yaitu bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri. Tetrasiklin memperlihatkan spektum antibakteri luas meliputi bakteri gram positif dan gram negative, areobik dan anaerobik. Selain itu juga peka terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia, klamidia, legionela dan protozoa. ( R. SETIABUDY, 1980)
Tetrasiklin pada Udang
Sejak awal penemuannya oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, antibiotik telah memberikan kontribusi yang efektif dan positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia dan hewan. Namun, sejalan dengan perkembangan dan penggunaannya tersebut, banyak bukti atau laporan yang menyatakan bahwa bakteri-bakteri patogen menjadi resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah kesehatan utama sedunia. Penggunaan antibiotik ini (pada manusia dan hewan) akan menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik tersebut, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target. (CORNER, 1995).
Penggunaan antibiotik pada pakan hewan dan pengawetan sebagai pemacu pertumbuhan telah mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia.Dalam hal ini obat (antibiotik) seperti tetrasiklin dan oxytetrasiklin, tidak dianjurkan sebagaimana KEPMEN.26/MEN/2002 tentang Penyediaan, peredaran, penggunaan dan pengawasan Obat Ikan. Begitupula halnya ketentuan di negara lain, misalnya Amerika Serikat mensyaratkan residu tetrasiklin pada udang impor yaitu maksimum 2 ppm atau 2000 ppb (US FDA tahun 2000), Jepang mensyaratkan 0,2 ppm atau 200 ppb (JETRO tahun1997) dan Uni Eropa mensyaratkan 100 ppb (EU ECC No.2377 /90)
Keberadaan tetrasiklin pada udang disebabkan penambahan secara sengaja oleh peternak untuk memperbaiki hasil perikanan (budidaya udang) yaitu untuk :
1. Pengendalian hama/penyakit, seperti:
1.Bakteri Nekrosis
· Penyebab:
1. Bakteri dari genus Vibrio;
2. Merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
· Gejala:
1. Muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya;
2. Usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
· Pengendalian:
1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;
3. Pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
2.Bakteri Septikemia
Penyebab:
1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.;
2. Defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres
Gejala:
1. Menyerang larva dan post larva;
2. Terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
· Pengendalian: Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; dan pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
3.Bakteri Ricketsiae
· Gejala : Berenang lemah, warna gelap, benjolan putih kecil pada kulit, dan kematian pada minggu ke-7 setelah pembenihan
· Pengendalian : pemberian 60-250 µL tetrasiklin dalam 1 Kg makanan. (MURTIDJO, 1992)
2. Pengawetan
Kebutuhan tetrasiklin dalam budidaya udang diperlukan pula pasca panen, yaitu untuk pengawetan. Pegawetan dilakukan agar produk udang tidak busuk saat pengiriman ke tangan konsumen. Untuk keperluan pengiriman terutama jarak jauh (keperluan ekspor) biasanya dilakukan pembekuan dengan es dan pemberian 250 µL tetrasiklin untuk pengawetan dan menjaga dari proses pembusukan oleh bakteri.
Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan yag ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi dan kultur yang digunakan.
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik. (CORNER, 1995)
Efek Samping dan Interaksi Obat Tetrasiklin
Iritasi lambung pada pemberian oral. Tromboflebitis pada pemberian injeksi (IV). Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedanag tumbuh dan membentuk kompleks. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada janin sampai anak tiga tahun. Pada gigi susu atau gigi tetap, Tetrasiklin dapat merubah warna secara permanen dan cenderung mengalami karies. Dapat menimbulkan superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur, dengan gejala adalah diare akibat terganggunya keseimbangan flora normal dalam usus. Absorbsi Tetrasiklin dihambat oleh antasida, susu, Koloidal bismuth, Fenobarbital, Fenitoin dan Karbamazepin sehingga mengurangi kadar dalam darah karena metabolismenya dipercepat. Tetrasiklin dapat mempengaruhi kerja Penisilin dan Antioagulan. (WIKIPEDIA.org./tetrasiklin, 2008)
Efek lain yang bisa ditimbulkan adalah terjadinya supra infeksi oleh satu atau lebih bekteri atau jamur, terutama Candida albicar dengan gejala-gejala mulut dan tenggorokan nyeri, gatal sekitar anus, dan diare. Efek yang lebih berat lagi adalah sifat mengendapnya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh dari janin dan anak-anak. Akibatnya adalah terhambatnya pertumbuhan tulang dan gigi, serta gigi menjadi bertitik kuning kecoklatan an mudah berlubang ( caries ). Karena sifat ini semua antibiotik golongan tetrasiklin tidak boleh diberikan antara bulan ke-4 dari kehamilan dan anak-anak sampai usia 8 tahun. Efek samping yang ditimbulkan adalah fotosensitasi, yaitu kulit menjadi peka terhadap cahaya, menunjukkan kemerah-merahan, dan gatal-gatal. Maka selama pengobatan dengan tetrasiklin hendaknya terhindar dari sinar matahari. ( R. SETIABUDY, 1986).
Penggunaan Klinik Tetrasiklin
· Tetrasikin
Tetrasiklin terutama digunakan untuk pengobatan acne vulgaris dan rosacea. Tetrasikin juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran pernafasan, sinus, telinga bagian tengah, saluran kemih, usus dua belas jari dan juga Gonore.
· Oksitetrasiklin
Oksitetrasiklin berguna dalam pengobatan infeksi karena Ricketsia dan Klamidia, pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan jaringan lunak dan infeksi karena hubungan kelamin.
Sediaan Antibiotik Tetrasiklin di Pasaran
· Tetrasikin
Tetrasiklin dipasaran dalam bentuk kapsul dengan kandungan 250 mg dan 500 mg. Juga ada yang dalam bentuk buffer untuk mengurangi efek sampingnya mengritasi lambung.
· Oksitetrasiklin
Oksitetrasiklin di pasaran tersedia dalam bentuk sediaan kapsul 500 mg dan vial 50 mg/ml untuk injeksi.
· Doksisiklin
Doksisiklin di pasaran tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan kapsul dengan kandungan 50 mg dan 100 mg. (WIKIPEDIA.org./tetrasiklin)
Budidaya Udang Windu
Sejarah
Udang windu merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli.( MURTIDJO, 1992). Daerah penyebaran udang windu antara lain: Sulawesi selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Tuban, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain. .( MURTIDJO,1992)
Jenis
Udang merupakan hewan air laut maupun tawar yang merupakan filum arthopoda atau hewan berbuku-buku yang dapat dilihat pada bentuk fisik udang. Jenis udang yang terdapat di masyarakat beragam, ada yang disebut udang galah, udang windu, udang windu panda dll (WIKIPEDIA.org/udang, 2008)
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Kerajaan : animalia
Filum : arthopoda
Subfilum : crustacea
Kelas : malacostraca
Super-ordo : Eucarida
Ordo : decapoda
Subordo : pleocyemata
Infraordo : carida
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
Spesies : Penaeus monodon
Daur Hidup
Udang menjadi dewasa dan bertelur (udang betina mampu menelurkan 50.000 hingga 1 juta telur ) yang akan menetas setelah 24 jam dan menjadi larva. Larva bermetamorfosis memasuki Fase kedua yaitu zoea. Zoea memakan ganggang liar setelah beberapa hari bermetamorfosis menjadi mysis. Mysis memakan ganggang dan zooplankton, setelah tiga sampai empat hari kemudian bermetamorfosis terakhir kali menjadi postlarvae (udang muda) yang memiliki ciri udang dewasa.( DARMONO,1991)
Persyaratan Lokasi
Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 0C.
Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
· Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
· Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
· Parameter fisik: suhu/temperatur 26-30 0C; kadar garam/salinitas 0-35 permil dan optimal 10-30 permil; kecerahan air 25-30 cm (diukur dengan secchi disk)
· Parameter kimia: pH 7,5-8,5; DO 4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter; H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-) 200 mg/liter; Nitrit (NO3-) 0,5 mg/liter; Mercuri (Hg) 0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu) 0-0,02 mg/liter; Zink (Zn) 0-0,02 mg/liter; Krom Heksavalen (Cr6+) 0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd) 0-0,01 mg/liter; Timbel (Pb) 0-0,03 mg/liter; Arsen (As) 0-1 mg/liter; Selenium (Se) 0-0,05 mg/liter; Sianida (CN) 0-0,02 mg/liter; Sulfida (S) 0-0,002 mg/liter; Flourida (F-) 0-1,5 mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2) 0-0,003 mg/liter.
(MURTIDJO, 1992)
Selanjutnya, Menurut SNI : 02-2724-2002 Pakan Buatan Untuk Udang Windu (Penaeus monodon) yaitu kadar air 10 % b/b, kadar protein 40%, kadar abu 15%, kadar lemk 6 %, cemaran mikroba maksimum 5 x 10- 3 dan antibiotika 0 ppb dan syarat hidup udang windu agar dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik berdasarkan SNI 01-6497.1-2000 tentang budidaya perikanan, yaitu:
Parameter tanah : Jenis tanah liat berpasir (70:30), PH tanah 6,5 - 8,0, Bahan organik 5 -10 %, NH3 0,05 - 0,25 ppm
Parameter air Salinitas 15-30 ppt, PH 7,5-8,7, Suhu 28-31,5 0C, Alkalinitas 40-150 ppm, OT > 3,5 ppm, BOD < 3 ppm, Bahan organik 45-55 ppm, PO4 0,1-0,5 ppm, NH3 0,03-0,25 ppm
Manfaat
Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 0,60 mg, dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll. (DARMONO,1991) Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.(PURNOMO, 1994). Selanjutnya, komposisi nutrien limbah kepala udang windu segar masih mengandung protein cukup tinggi yaitu protein 45,54 %, lemak 5,52 %, serat kadar 15,31 %, kalsium. 9,58 % dan phospor 1,63 %. Kepala udang yang telah dikeringkan kandungan protein 45,37 %, lemak 5,91 %, air 9,54 % dan abu 18,28 %.(PURNOMO, 1994)
Enzyme Linked ImmonuSorbent Assay (ELISA)
Sejarah
ELISA adalah komponen integral dalam klinikal imunologi laboratorium. Metode ELISA sangat memungkinkan untuk mendeteksi dan menghitung ligan dengan melekul massa yang besar (> 30.000 dalton). Metode ini mampu diaplikasikan, baik untuk analit dengan berat molekul kecil maupun besar. Teknik ELISA mempunyai sensitivitas tinggi dan sedikit penggunaannya dalam radioisotop sehingga membuatnya populer untuk kualitatif dan kuantitatif dalam mendeteksi antigen dan antibodi (STILTES & FOLAS,1997)
EIA/ELISA pada awalnya dikembangkan untuk mendukung Immunoassay dengan radioImmunoassay, sebuah teknik menggunakan radioaktif antigen atau antibodi. Pada radioImmunoassay, radioaktif memberikan sinyal yang diindikasikan secara antigen atau spesifik dalam contoh. RadioImmunoassay pertamakali dijelaskan dalam makalah Rosalyn Sussman Yalow dan Solomon Berson dan dipublikasikan pada tahun 1960
Karena radioktif dapat mengganggu, maka alternatif lain yang lebih aman harus dicari. RadioImmunoassay akan digantikan non-radiaktif sinyal. Enzim (seperti peroksida ) bereaksi dengan subtrat yang tepat (seperti ABTS atau 3,3-5,5-TetrametilBenzidine) memberikan hasil perubahan warna yang dapat digunakan sebagai sinyal. Sinyal yang dihasilkan sebanding kandungan antibodi atau antigen, sehingga Enzim harus terikat pada antibodi yang tepat. Proses pengikatan (ikatan antigen/ antibodi) telah dikembangkan secara terpisah oleh Strtis Avrameas dan G.B pierceSince yang mana proses ini membutuhkan pencucian antibodi atau antigen yang tidak terikat. teknik ini disempurnakan dan dipublikasikan oleh Wide dan Porath pada tahun 1966.
Pada tahun 1971 Peter Pertmann dan Eva Engvall di stockholm Universuty swedia serta Anton Schurrs dan Bauke van weemen di Belanda secara terpisah mempublikasikan metode ELISA/EIA dalam sebuah makalah
Prinsip
Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay atau disebut ELISA, Enzyme ImmunoAssay atau EIA, adalah teknik biokimia biasa digunakan dalam immunology untuk mendeteksi kandungan antibiotik atau antigen dalam contoh. Dalam istilah sederhana, pada ELISA jumlah yang tidak diketahui dari antigen yang berada di permukaan lalu spesifik antibody dicuci pada permukaan sehingga dapat terikat pada antigen. Antibodi ini terhubung dengan enzim, dan pada tahap akhir suatu zat ditambahkan yang dapat merubah enzim menjadi sesuatu sinyal yang dapat di deteksi. Dalam halnya ELISA flourecensi, ketika cahaya dilewatkan diatas contoh, setiap komplek antigen/ antibodi akan berflouresensi sehingga jumlah antigen dalam contoh dapat diukur.
ELISA paling sedikit melibat satu antibodi untuk partikel antigen spesifik. Contoh dengan jumlah antigen tidak diketahui diikat pada fase padat ( biasanya polystyrene microtiter plate ) yang spesifik atau tidak spesifik. Setelah antigen diikat antibodi pendeteksi ditambahkan, dan akan membentuk komplek dengan antigen.Deteksi antibodi dapat membentuk ikatan kovalen dengan enzim, atau dapat pula dideteksi sendiri oleh antibodi kedua yang terhubung dengan biokonjugat diantara tahapan dilakukan pencucian dengan deterjen untuk memisahkan setiap protein atau antibodi yang tidak bereaksi spesifik. setelah pencucian tahapan akhir plate di develoving dengan penambahan (larutan developing) zat enzimatik yang dapet memberikan sinyal visual (warna) yang mengambarkan jumlah antigen dalam contoh.
ELISA dapat mendeteksi kandungan antigen atau antibodi dalam contoh, juga menentukan konsentrasi antibodi dalam darah. ELISA biasa digunakan dalam industri farmasi, dan industri makanan untuk menetapkan zat toksik dan residu kimia berbahaya.
Metode ELISA dilakukan dengan membandingkan dengan konsentrasi standar yang telah diketahui. Apabila sinyal yang diberikan contoh lebih kuat daripada standar maka disebut positif, apabila lebih lemah disebut negatif. Selain itu dapat juga ditentukan konsentrasi antibodi/ antigen dalam contoh dalam satuan ng/mL atau ng/L.
Menurut Thompson (1996) dalam kaplan & Pesce (1996), pengujian ELISA umumnya mempunyai antibodi tak bergerak pada perangkat padatnya yaitu ligan yang dibungkus enzim. Enzim ini bermanfaat sebagai label karena memiliki kriteria sebagai berikut :
· Aktivitas spesifik tinggi. Sinyal amplifikasi dapat diperoleh dari label enzim yang mengubah jumlah subtrat selama masa inkubasi.
· Mudah berpasangan dengan ligan. Enzim memiliki cukup asam dan basa dari asam amino, sehingga mudah berpasangan dengan ligan tanpa kehilangan aktivitas enzimatik subtansial.
· Stabilitas. Enzim bersifat stabil pada suhu dibawah 5 0C .
· Enzim biasanya tidak terdapat pada cairan biologi. Dalam hal ini cairan biologi contoh dapat dianalisis.
· Retensi dari aktivitas. Enzim lebih beraktivitas ketika mengikat ligan antibodi.
Elisa menggunakan label enzim untuk mengukur formasi kompleks antigen-antibodi. Enzim yang digunakan pada pengujian ini dikonjugaikan menjadi ligan berupa antigen, antibodi spesifik untuk antigen yang diketahui, dan antibodi untuk antibodi primer.
Jenis ELISA
· Indirect ELISA
Secara umum indirect ELISA digunakan untuk penetapan konsentrasi antibodi dalam darah.Darah diinkubasikan pada well, setelah itu ikatan antibodi yang lemah dicuci. Antibodi kedua ditambahkan untuk mendetaksi ikatan antibodi. Enzim ini dapat merubah subtrat menjadi berwarna. Setelah reaksi selesai dilakukan penetapan dengan ELISA plate reader.
· Sandwich ELISA
Sandwich ELISA terdiri dari (1) plate yang dilapisi penangkap antibodi; (2) contoh ditambahkan, dan sejumlah antigen yang terkandung terikat pada penangkap antibodi; (3) pendeteksi antibodi ditambahkan, dan mengikat antigen ; enzim yang mengikat antibodi yang lain ditambahkan, dan mengikat pendeteksi antibodi; (5) subtrat ditambahkah, dan diubah oleh enzim menjadi bentuk yang dapat dideteksi (produk berwarna). (6) untuk penetapan secara kuantitatif produk warna diukur absorbansinya.
Solid Phase Antigen Enzyme Conjugate Sandwich Complex
Yellow Color - Reaction Product Sandwich Complex Blue Color - Substrate
· Gambar 1. Reaksi Sandwich ELISA
Menurut FELDKAMP (1996) dalam KAPLAN & PESCE (1996), reaksi yang terjadi antara antibodi dengan antigen, kemudian dilakukan reaksi tambahan dengan reaksi berikutnya dengan antibodi kedua (enzim), akan menghasilkan semacam sandwich dengan posisi antigen diantara antibodi yanmg berbeda. Teknik sandwich dapat digunakan untuk mengukur baik antigen maupun antibodi, dalam hal ini fase padat (well) dilapisi antigen dan dipadatkan dalam polistyren.
Untuk penetapan antigen, dua molekul antibodi harus diikat menjadi antigen. Selanjutnya hanya antigen-antigen besar yang dapat di ukur. Pada tahap pertama, antibodi secara spesifik dibuat tidak bergerak dalam permukaan padat, berupa plate mikrotiter. Permukaan padat dicuci untuk memindahkan semua senyawa yang tidak bereaksi, kemudian ditutup dengan protein. Tahap kedua, antigen direaksikan dengan antibodi yang tidak bergerak. Semua zat yang tidak bereaksi dicuci kembali. Pada tahap ketiga, antibodi yang diinginkan telah bereaksi dengan antigen, yang sudah tidak bergerak oleh antibodi dalam fase padat. Kemudian jumlah produk diukur secara langsung , intentitas warna produk sebanding dengan jumlah ikatan pada fase padat (jumlah antigen dalam contoh ) ( FELDKAMP,1996 dalam KAPLAN & PESCE, 1996 )
Untuk sistem pengukuran antibodi, antigen yang diinginkan harus lebih dalam dibuat tidak bergerak dalam matriks yang tidak larut, seoerti plate mikirotiter. Proses tak bergerak dengan resistensi dari reaktivitas antigen merupakan tahap pertama. Tahap kedua, antigen yang tak bergerak direaksikan dengan antibodi contoh. Banyaknya antibodi yang berikatan dengan antigen tidak bergerak dalaam fase padat. Setelah terjadi sperasi dari komponen-komponen tidak bereaksi dengan pencucian permukaan, antibodi ini dideteksi dan dihitung dengan menambahkan anti-antibodi yang berasal dari spesifikasi dari kelas antibodi yang diinginkan.
Contoh diinkubasikan pada microwell yang dilapisi penangkap antibodi. Antigen pada contoh terikat dengan penangkap antibodi dan akan terimobilasi. Mikrowell dicuci untuk memisahkan antigan yang tidak terikat dan selanjutnya enzim konjugat ditambahkan. Antibodi dari enzim konjugat berikatan dengan antigen terimmobilasi dalam bentuk sandwich antibodi-antigen-antibodi/enzim dan terikat pada microwell.
Dalam hal ini jumlah enzim yang terikat pada microwell secara langsung dapat dikatakan sebanding dengan jumlah antigen atau antibodi dalam contoh. Setelah antigen/antibodi yang tidak terikat dan konjugat bebas dicuci, enzim kromogenik ditambahkan. Enzim kromagenik bereaksi dengan enzim yang terikat menghasilkan produk perubahan warna (warna biru menjadi kuning)
Penetapan kuantitas konsentrasi antigen/antibodi diukur melalui absorbansi dari warna produk reaksi menggunakan sepektropotometri mikrowell reader. Dalam hal ini inensitas warna sebanding dengan jumlah ikata antigen pada fase padat (contoh). Sinyal masukan yang benar menggunakan antibodi kedua yang terhubung pada enzim. Secara teknik hal ini tidak perlu jika antibodi pertama berhubung pada enzim. Walaupun begitu antibodi kedua digunakan untuk menghindari proses reaksi antara ikatan enzim dan antibodi dimana setiap antigen dapat terditeksi (tidak selektif)
Keuntungan dari penggunaan sandwich ELISA yaitu dapat digunakan untuk campuran atau contoh yang tidak murni dan tetap selektif mengikat tiap antigen dalam contoh. Konjugat antibodi universal dapat digunakan sebagai antibodi kedua meskipun berlawanan dengan antibodi primer. Metode ini lebih sensitif daripada metode tidak langsung dan metode competitive. ( GARY, 1994 )
· Competitive ELISA
.Tahapan dalam penetapan competitive ELISA yaitu:
1. Antibodi tak berlabel ( contoh ) yang mengandung antigen di inkubasi
2. Ikatan kompleks antibodi terjadi saat ditambahkan pada antigen pada well.
3. Plate dicuci untuk membuang antibodi takberikatan (antigen dalam contoh) dan antibodi akan bersaing untuk terikat pada antigen pada well.
4. Antibodi kedua yang spesifik terhadap antibodi peertama ditambahkan. Antibodi kedua akan berpasangan dengan enzim.
5. Subtarat ditambahkan yang dapat menghasilkan prodik warna sebagai sinyal.
Antigen dibuat tak bergerak (fasa padat) dalam well
Ditambahkan antibodi tak berlabel (contoh atau standar), Antibodi pertama, dan konjugat antibodi
Reaksi Kompetitif (masa inkubasi)
(Antibody #1 yang berikatan dengan antigen bebas bersaing dengan konjugate antibody memperebutkan jumlah terbatas dari antigen tak bergerak)
Pembuangan zat yang tidak terikat dengan buffer pencuci sebanyak 3 kali.
.
Penambahan TMB substrat menghasilkan produk yang berwarna selama masa inkubasi kedua
Reaksi dihentikan dengan Stop Solution dan dibaca dengan ELISA Reader
Antibodi kedua adalah enzim seperti peroxida atau alkali pospat yang dapat mengikat semua jenis antibodi pada manusia. Konfigurasi antibodi dibuat tidak bergerak pada fase padat kaerena ligan pda contoh bersaing (competitive) dengan enzim ligan untuk memperebutkan jumlah ikatan terbatas pda antibodi yang terletak pada fase padat. Setelah reaksi ikatan, fase padat dicuci dengan washung buffer untuk membuang ligan tak berikatan. Jumlah ikatan enzim pada fase padat sebanding dengan frlouresensi atau produk warna yang terbentuk setelah penambahan subtrat (developing) yang kemudian diukur absorbansinya.
Dalam uji tipe ini, ligan tidak berlabel bersaing dengan ligan yang telah berkonjugasi dengan enzim dalam memperebutkan ikatan terbatas pada antibodi tidak bergerak. Setelah inkubasi, terjadi pemisahan ikatan dan ligan yang telah di konjugasi, enzim dibebaskan dengan menggunakan fase padat (spe). Sejumlah subtrat ditambahkan sampai enzim membentuk fraksi ikatan sehingga subtrat menjadi produk berwarna.
Prinsip direct competitive ELISA. (i) Antibodi spesifik untuk antigen ditarik atau ditahan pada permukaan well. campuran sejumlah antigen-enzyme conjugate yang diketahui dan konsentrasi antigen contoh homogen dalam well. (ii) setelah itu antigen dan antigen-enzyme conjugate terdistribusi di antara ikatan sesuai konsentrasi (iii) zat yang takterikat dicuci dean dibuang. jumlah antigen-enzyme conjugate yang terikat ditetapkan berdasarkan reaksi enzimatik.
Secara sederhana, uji ikatan kompetitif menggunakan antigen yang diinginkan. Enzim yang disegel oleh antigen dicampur dengan larutan uji yang berisi antigen dengan jumlah yang tidak diketahui. Larutan uji yang berisi antigen tersegel maupun tidak bersegel akan bereaksi dengan antibodi dalam jumlah terbatas yang ikatanya menjadi matrik padat. Antigen yangyang tidak berikatan dibuang dengan pencucian dan jumlah antigen tersegel diukur dengan determinasi jumlah ikatan enzim yang berubah pada permukaan. Pengujian itu biasanya dibentuk oleh antigen berlebih dari larutan uji yang berisi subtrat dan kofaktor enzim. Reaksu enzimatik akan menghasilkan produk warna yang diproses terus menerus untuk itu diperlukan stop solution (berupa asam kuat) dan pengukuran harus segera dilakukan.
Untuk kompetitive ELISA konsentrasi antigen tertinggi menghasilkan sinyal paling lemah. Antigen berlabel dan antigen contoh bersaing untuk mengikat antibodi pertama. Semakin banyak antigen dalam contoh semakin sedikit antigen berlabel yang tertahan sehingga sinyal menjadi lemah.
Menurut Steinbeck (1993) dalam Anderson & Cockayne (1993), prinsip prosedur adalah ikatan dalam antigen dan antibodi profersional terhadap konsentrasi antigen standar, kontrol, dan contoh uji. Tidak semua antigen dapat berikatan sejak berkompetisi dengan jumlah antigen untuk memperebutkan jumlah terbatas ikatan antibodi. Asumsi dari uji kompetitif:
1. Antigen dan antibodi harus homogen dan unteraksunya reversible sehingga mampu mencaoai kesetimbangan.
2. Antigen yang diinginkan tidak tercampur dengan reaksi antigen-antibodi.
3. Antigen dan antibodi dapat membentuk bimolekul.
4. Komplek antigen antibodi dapat terpisah dari antigen yang diinginkan.
Enzim
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor.
Immunoassay
Immunoassay telah dipercaya dalam penggunan antibodi sebagai ikatan spesifik pereaksi. Prinsip Immunoassay adalah ikatan bolak-balik, khususnya pada antigen dan antibodi tertentu, yang akan menempati dan berintraksi membentuk kompleks yang berbeda dari ikatannya atau ligan bebas.
Pada Immunoassay, prosedurnya menggunakan enzim pembungkus dan reaksi subtrat enzim menjadi kuantitas zat yang diinginkan. Format Immunoassay dapat digunakan untuk mendeteksi molekul kecil antigen, termasuk hormon dalam cairan-cairan biologi ( FELDKAMP, 1996 dalam KAPLAN dan PESCER, 1996 )
Biosensor digunakan bersama ELISA. ELISA mengunakan detektor dari kemampuan reaksi antigen-antibodi. Sejumlah enzim yang terhubeng dengan antigen berikatan antibodi tak bergerak yang ditetapkan berdasarkan konsentrasi hubungan konsentrasi dan konjugasi natigen serta kuantitas reaksi enzimatik. Teknik ELISA digabungkan dengan Immunosensor dapat memperluas range distribusi, kecepatan, dan sensitivitas penetapan. Konfigurasi Immunosensor sederhana dapat dilihat pada gambar berikut.
Prinsip immunosensor (a). i tabung dilapisi antigen terimmobilasi. antibody-enzyme conjugate ditambahkan dan terjadi ikatan. ii setelah bereaksi sempuran senyawa yang tak berikatan dibung melalui pencucian. iii larutan analit antigen ditambahkan , mengikat mengikat sejumlah antibody-enzyme conjugate bebas diatas konsentrasi antigen. Jumlah antibody-enzyme conjugate yang terikat dutetapkan dengan respon yang diberikan biosensor. (b) i Transduser dilapisi (immobilasi) antibody specifik untuk mengikat antigen. Transduser berisi larutan imersi digampurkan dengan antigen-enzyme conjugate yag diketahui jumlahnya dengan konsentrasi antigen contoh. ii setelah bereaksi sempurna antigen and antigen-enzyme conjugate berdistribusi diantara ikatan dan antigen bebas. iii senyawa yang tidak berikatan dibuang dengan pencucian. jumlah antigen-enzyme conjugate yang terikat ditetapkan secara langsung dari sinyal tranduser.
Reaksi Antigen Antibodi
Pada buku Steinbeck (1993) dalam Anderson & Cockayne (1993), dijelaskan bahwa antigen berasal dari kata immunogen yang berarti subtansi npartikulasr spasial, yang dapat mendorong pembentukan respon imun dan memproduksi immunoglobuli. Lain halnya dengan antibodi, yang mendorong produksi imun kontras dengan antigen dan bisa di kombinasikan dengan satu atau lebih antibodi. Bagian dari molekul antibodi yang membentuk kontak dengan antigen selama reaksi antigen-antibodi disebut antibodi binding-site.
Spesifikasi reaksi antigen-antibodi merupakan tingkat ikatan antibodi untuk partikular antigen yang tidak memiliki ikatan molekul dengan strutur yang hampir sama. Kekuatan ikatan antigen-antibodi tunggal disewbut afinitas antibodi. Afinityas adalah jumlah penyerapan aktraktif antara antigen-antibodi yang bersangkutan. Afinitas ikatan dalam antibodi dinamakan konstanta K, sehingga iaktan non kovalen antigen-antibodi bersifat bolak balik. Nilai K diperoleh dari penjumlahan antigen-antibodi yang membentuk kompleks.
PERCOBAAN
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan tetrasiklin dalam udang windu dengan metode ELISA (Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay) yaitu competitive ELISA
Tempat dan Waktu
Praktik kerja lapang ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Jalan Selabintana No.37 Sukabumi, pada bulan Juli sampai Agustus 2008 .
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji adalah udang yang akan diekspor sebanyak 40 contoh. Bahan kimia yang digunakan larutan standar tetrasiklin 100ng/ml, standar diluent, receptor, receptor diluent, enzyme gonjugate, enzyme diluent, dilution buffer 10x, washing buffer 20x, developing solution, stop solution, NaOH 0,5 N, dan air destilasi.
Alat
Alat yang digunakan meliputi : ELISA Reader merk R-biopharm tipe R-biopharm well Reader, neraca analitik sartorius, vortek, centrifuge, grinder, pipetmikro 20-200 µL, pipetmikro multi cannel 100-1000 µL, microtiter plate, well, pipet volume 10 mL,kertas saring whatman 41, piala gelas, tabung reaksi dan alat gelas lainnya.
Metode Percobaan
Percobaan ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu persiapan contoh, pengukuran contoh dan perhitungan.
Pada tahap persiapan contoh. Dilakukan penghomogenan contoh, pelarutan contoh, persiapan larutan standar dan persiapan pereaksi. Tahap pengukuran contoh dilakukan sebanyak dua kali pembacaan menggunakan ELISA Reader pada panjang gelombang 450 nm. Tahap perhitungan dilakukuan dengan membandingkan persen (%) absorbansi kurva standar dan persen absorbansi contoh dalam kurva standar kemudian kadar tetrasiklin dalam contoh dapat dihitung.
Cara Kerja
Persiapan Contoh
Contoh udang dikupas (dibuang kulit, kaki, ekor, dan kepalanya) kemudian daging udang digiling ( blender ). Setelah itu, ditimbang 1gram daging udang dan ditambahkan 9 mL Buffer 10x, kemudian dihomogenkan dengan vortek 30 detik, lalu diinkubasi dalam es selama 15 menit. Kemudian disentrifuse pada 2000 xg (3000 rpm) selama 5 menit. Setelah itu, disaring supernatan (filtrat) dengan kertas saring whatmann 41 kemudian ditambahkan NaOH 0,5 N sampai pH 7,4.
1. Pembuatan Deret Standar
Larutan standar 100 ppb
Larutan induk (berlabel 100 ng/mL), ditambahkan 1 mL air destilasi di homogenkan dan ditunggu 60 menit sebelum digunakan.
Larutan 40 ppb
Larutan standar 100 ppb dipipet 240 µL, kemudian ditambahkan 360 µL standar diluent kemudian dihomogenkan.
Larutan 20 ppb
Larutan standar 40 ppb dipipet 300 µL, kemudian ditambahkan 300 µL standar diluent kemudian dihomogenkan.
Larutan 10 ppb.
Larutan standar 20 ppb dipipet 300 µL, kemudian ditambahkan 300 µL standar diluent kemudian dihomogenkan.
Larutan 5 ppb.
Larutan standar 100 ppb dipipet 300 µL, kemudian ditambahkan 300 µL standar diluent kemudian dihomogenkan.
Larutan 0 ppb adalah standar diluent.
2. Pembuatan Pereaksi
Enzyme conjugate.
Enzyme conjugate dipipet 20 µL, kemudian ditambah dengan 6980 µL enzyme diluent dan dihomogenkan.
Receptor.
Ditambahkan 2000 µL receptor diluent pada 1 botol receptor, dihomogenkan dan ditunggu selama 15 menit sebelum digunakan.
Dilution buffer 10x.
Dilution buffer dipipet 1mL kemudian ditambah 9 mL air destilasi dan dihomogenkan.
Washing buffer 20x.
washing buffer dipipet 1 mL, kemudian ditambahkan 19 mL air destilasi dan dihomogenkan.
Prosedur Pengukuran
Semua yang dibutuhkan ( pereaksi, standar, contoh, well dan lain-lain.) disiapkan pada suhu kamar (18 sampai dengan 25 0C) sekitar 30 menit, lalu ditambahkan 50 µL masing-masing standar dan contoh pada well, setelah itu ditambah 50 µL larutan receptor pada tiap well berisi standar dan contoh, kemudian diinkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar, lalu rangkain well dicuci dengan washing buffer (250 µL / 8 well) sebanyak 3 kali, setelah itu ditambahkan 100 µL enzyme conjugate, lalu diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit, pencucian rangkain well diulangi, lalu ditambah 100 µL larutan developing, dan diinkubasikan kembali selama 30 menit pada suhu kamar, terakhir ditambahkan 50 µL stop solution pada tiap well setelah itu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm (dibaca sebelum 60 menit) dengan menggunakan R-biopharm well Reader.
Perhitungan
Hitung persentase absorbansi B/B0 %
B/B0 % = Absorbansi standar atau contoh x 100 %
Absorbansi standar 0 ppb
kurva standar hubungan antara B/B0 % masing masing standar (sumbuY) dengan konsentrasi masing-masing standar tetrasiklin yang terbaca (sumbu x) di gambar pada sistem koordinat semi-logaritma.
Y = -a Ln X + b, atau
X = e (a-Y) /(-b)
Keterangan:
B/B0 % adalah persentase absorbansi standar atau contoh terhadap absorbansi standar 0 ppb
Y adalah B/B0 % masing masing standarX adalah konsentrasi masing-masing standar tetrasiklin yang terbaca
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan tetrasiklin dalam udang windu dengan metode ELISA (Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay) yaitu competitive ELISA
Tempat dan Waktu
Praktik kerja lapang ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Jalan Selabintana No.37 Sukabumi, pada bulan Juli sampai Agustus 2008 .
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji adalah udang yang akan diekspor sebanyak 40 contoh. Bahan kimia yang digunakan larutan standar tetrasiklin 100ng/ml, standar diluent, receptor, receptor diluent, enzyme gonjugate, enzyme diluent, dilution buffer 10x, washing buffer 20x, developing solution, stop solution, NaOH 0,5 N, dan air destilasi.
Alat
Alat yang digunakan meliputi : ELISA Reader merk R-biopharm tipe R-biopharm well Reader, neraca analitik sartorius, vortek, centrifuge, grinder, pipetmikro 20-200 µL, pipetmikro multi cannel 100-1000 µL, microtiter plate, well, pipet volume 10 mL,kertas saring whatman 41, piala gelas, tabung reaksi dan alat gelas lainnya.
Metode Percobaan
Percobaan ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu persiapan contoh, pengukuran contoh dan perhitungan.
Pada tahap persiapan contoh. Dilakukan penghomogenan contoh, pelarutan contoh, persiapan larutan standar dan persiapan pereaksi. Tahap pengukuran contoh dilakukan sebanyak dua kali pembacaan menggunakan ELISA Reader pada panjang gelombang 450 nm. Tahap perhitungan dilakukuan dengan membandingkan persen (%) absorbansi kurva standar dan persen absorbansi contoh dalam kurva standar kemudian kadar tetrasiklin dalam contoh dapat dihitung.
Cara Kerja
Persiapan Contoh
Contoh udang dikupas (dibuang kulit, kaki, ekor, dan kepalanya) kemudian daging udang digiling ( blender ). Setelah itu, ditimbang 1gram daging udang dan ditambahkan 9 mL Buffer 10x, kemudian dihomogenkan dengan vortek 30 detik, lalu diinkubasi dalam es selama 15 menit. Kemudian disentrifuse pada 2000 xg (3000 rpm) selama 5 menit. Setelah itu, disaring supernatan (filtrat) dengan kertas saring whatmann 41 kemudian ditambahkan NaOH 0,5 N sampai pH 7,4.
1. Pembuatan Deret Standar
Larutan standar 100 ppb
Larutan induk (berlabel 100 ng/mL), ditambahkan 1 mL air destilasi di homogenkan dan ditunggu 60 menit sebelum digunakan.
Larutan 40 ppb
Larutan standar 100 ppb dipipet 240 µL, kemudian ditambahkan 360 µL standar diluent kemudian dihomogenkan.
Larutan 20 ppb
Larutan standar 40 ppb dipipet 300 µL, kemudian ditambahkan 300 µL standar diluent kemudian dihomogenkan.
Larutan 10 ppb.
Larutan standar 20 ppb dipipet 300 µL, kemudian ditambahkan 300 µL standar diluent kemudian dihomogenkan.
Larutan 5 ppb.
Larutan standar 100 ppb dipipet 300 µL, kemudian ditambahkan 300 µL standar diluent kemudian dihomogenkan.
Larutan 0 ppb adalah standar diluent.
2. Pembuatan Pereaksi
Enzyme conjugate.
Enzyme conjugate dipipet 20 µL, kemudian ditambah dengan 6980 µL enzyme diluent dan dihomogenkan.
Receptor.
Ditambahkan 2000 µL receptor diluent pada 1 botol receptor, dihomogenkan dan ditunggu selama 15 menit sebelum digunakan.
Dilution buffer 10x.
Dilution buffer dipipet 1mL kemudian ditambah 9 mL air destilasi dan dihomogenkan.
Washing buffer 20x.
washing buffer dipipet 1 mL, kemudian ditambahkan 19 mL air destilasi dan dihomogenkan.
Prosedur Pengukuran
Semua yang dibutuhkan ( pereaksi, standar, contoh, well dan lain-lain.) disiapkan pada suhu kamar (18 sampai dengan 25 0C) sekitar 30 menit, lalu ditambahkan 50 µL masing-masing standar dan contoh pada well, setelah itu ditambah 50 µL larutan receptor pada tiap well berisi standar dan contoh, kemudian diinkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar, lalu rangkain well dicuci dengan washing buffer (250 µL / 8 well) sebanyak 3 kali, setelah itu ditambahkan 100 µL enzyme conjugate, lalu diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit, pencucian rangkain well diulangi, lalu ditambah 100 µL larutan developing, dan diinkubasikan kembali selama 30 menit pada suhu kamar, terakhir ditambahkan 50 µL stop solution pada tiap well setelah itu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm (dibaca sebelum 60 menit) dengan menggunakan R-biopharm well Reader.
Perhitungan
Hitung persentase absorbansi B/B0 %
B/B0 % = Absorbansi standar atau contoh x 100 %
Absorbansi standar 0 ppb
kurva standar hubungan antara B/B0 % masing masing standar (sumbuY) dengan konsentrasi masing-masing standar tetrasiklin yang terbaca (sumbu x) di gambar pada sistem koordinat semi-logaritma.
Y = -a Ln X + b, atau
X = e (a-Y) /(-b)
Keterangan:
B/B0 % adalah persentase absorbansi standar atau contoh terhadap absorbansi standar 0 ppb
Y adalah B/B0 % masing masing standarX adalah konsentrasi masing-masing standar tetrasiklin yang terbaca
PEMBAHASAN
Residu adalah zat yang tertinggal dari suatu proses. Residu tetrasiklin dalam udang adalah zat tetrasiklin yang tertinggal yang berasal dari pemberian tetrasiklin dalam budidaya udang. Analisis residu tetrasiklin perlu dilakukan guna mengetahui kandungan tetrasiklin (dalam udang) yang dapat mencemari apabila contoh udang dikonsumsi.
Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa semua contoh positif mengandung residu tetrasiklin, dan berada pada rentang 80-940 ppb. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan tetrasiklin masih dilakukan, dan tetrasiklin sulit terdegradasi di dalam tubuh udang sehingga meninggalkan residu dalam tubuh udang. Hasil yang diperoleh sangat beragam karena memang tidak ada aturan pemakain tetrasiklin yang pasti dalam udang, namun biasanya untuk pengobatan riketsia diberikan 60-250 ppb tetrasiklin pada bahan pakan udang, dan untuk pengawetan dilakukan dengan perendaman udang dalam 250 ppb tetrasiklin sebelum dibekukan. Hasil terbesar yang diperoleh yaitu contoh B18 (940,9780 ppb) walaupun begitu dalam hal ini masih lolos persyaratan Amerika Serikat, dan terkecil B25 yaitu 80,1105 ppb. Namun yang terpenting dari hasil percobaan didapat bahwa semua contoh udang lolos persyarat Amerika Serikat. Contoh B3, B6, B7, B8, B9 B21, B22, B25, B30, B31, B32, B33, B38, dan B40 lolos persyarat Jepang. Contoh yang memenuhi persyarat Uni Eropa adalah B21, B22, B25, dan B32. Dalam hal ini tetap diperlukan pengawasan/kontrol peredaran atau penggunaan tetrasiklin dalam budidaya udang sehingga didapat kualitas udang yang baik dan bebas tetrasiklin. Selain itu, perlu dilakukan pencarian solusi dalam mengatasi bahaya bakteri riketsia yang lebih baik dan aman.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah competitive ELISA yaitu respon absorbansi berbanding terbalik dengan konsentrasi tetrasiklin dalam contoh, untuk itu dilakukan koreksi terhadap persentasi standar 0. konsentrasi contoh didapat dari interpolasi terhadap kurva standar (% absorbansi vs konsentrasi tetrasiklin) yang menghasilkan persamaan logaritma. Sebelum menghitung kadar contoh hasil kurva standar harus dibandingkan terlebih dahulu dengan spesifikasi KIT pada sertifikat untuk melihat keterterimaan/kelayakan hasil uji. Spesifikasi KIT pada sertifikat kit tecna superscreen tetra diketahui rata-rata absorbansi B0 ≥ 0,6 absorbansi pada 450 nm, B/B0 50% adalah 8-30 ng/mL, standar % CV≤ 7%. Hasil kurva yang diperoleh memenuhi persyarat yaitu absorbansi B0 = 2,943, B/B0 50% = 9,9-20 ng/ml, %CV standar tertinggi 2% sehingga hasil uji dapat dipertanggungjawabkan.Metode ELISA spesifik, sensitif terhadap analisis antibiotik. Metode ELISA mengaju pada UE decision EC. Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan yaitu persiapan contoh, waktu inkubasi, proses pencucian, dan kondisi lingkungan reaksi. Proses persiapan dimaksudkan untuk mendapatkan contoh yang homogen sehingga tetrasiklin yang dianalisis mewakili kandungan sebenarnya, dan mempersiapkan kondisi untuk bereaksi dengan enzim konjugat dan pereaksi yang lain. Pada tahap inkubasi antibodi contoh dan antibodi berlabel (terikat pada well dan diketahui jumlahnya) bereaksi dengan enzim konjugat. Stabilitas dan kondisi ruang inkubasi dapat mempengaruhi hasil analisis, karena aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu (suhu inkubasi 18-25 0C) dan pH (pH 6,8-7,8). Sedangkan pencucian dilakuakan untuk memisahkan senyawa lain yang tidak terikat yang dapat memberikan sinyal tambahan. Kontaminasi sangat mungkin terjadi pada saat pencucian. Kontaminasi dapat berasal dari contoh lain karena pencucian terjadi pada plate berisi banyak contoh, ataupun kertas absorbsi. Setelah reaksi sempurna ( penambahan stop solution berupa asam kuat) absorbansi contoh harus segera diukur karena reaksi kompetisi Antibody #1 yang berikatan dengan antigen bebas (contoh atau standar) bersaing dengan HRP-konjugate antibody memperebutkan jumlah terbatas dari antibodi berlabel (antigen yang terikat dalam well) terus berlanjut dan saling menggantikan yang dapat merubah nilai absorbansi. Hal ini dapat dilihat dari visual warna kuning cerah menjadi kuning pucat
Residu adalah zat yang tertinggal dari suatu proses. Residu tetrasiklin dalam udang adalah zat tetrasiklin yang tertinggal yang berasal dari pemberian tetrasiklin dalam budidaya udang. Analisis residu tetrasiklin perlu dilakukan guna mengetahui kandungan tetrasiklin (dalam udang) yang dapat mencemari apabila contoh udang dikonsumsi.
Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa semua contoh positif mengandung residu tetrasiklin, dan berada pada rentang 80-940 ppb. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan tetrasiklin masih dilakukan, dan tetrasiklin sulit terdegradasi di dalam tubuh udang sehingga meninggalkan residu dalam tubuh udang. Hasil yang diperoleh sangat beragam karena memang tidak ada aturan pemakain tetrasiklin yang pasti dalam udang, namun biasanya untuk pengobatan riketsia diberikan 60-250 ppb tetrasiklin pada bahan pakan udang, dan untuk pengawetan dilakukan dengan perendaman udang dalam 250 ppb tetrasiklin sebelum dibekukan. Hasil terbesar yang diperoleh yaitu contoh B18 (940,9780 ppb) walaupun begitu dalam hal ini masih lolos persyaratan Amerika Serikat, dan terkecil B25 yaitu 80,1105 ppb. Namun yang terpenting dari hasil percobaan didapat bahwa semua contoh udang lolos persyarat Amerika Serikat. Contoh B3, B6, B7, B8, B9 B21, B22, B25, B30, B31, B32, B33, B38, dan B40 lolos persyarat Jepang. Contoh yang memenuhi persyarat Uni Eropa adalah B21, B22, B25, dan B32. Dalam hal ini tetap diperlukan pengawasan/kontrol peredaran atau penggunaan tetrasiklin dalam budidaya udang sehingga didapat kualitas udang yang baik dan bebas tetrasiklin. Selain itu, perlu dilakukan pencarian solusi dalam mengatasi bahaya bakteri riketsia yang lebih baik dan aman.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah competitive ELISA yaitu respon absorbansi berbanding terbalik dengan konsentrasi tetrasiklin dalam contoh, untuk itu dilakukan koreksi terhadap persentasi standar 0. konsentrasi contoh didapat dari interpolasi terhadap kurva standar (% absorbansi vs konsentrasi tetrasiklin) yang menghasilkan persamaan logaritma. Sebelum menghitung kadar contoh hasil kurva standar harus dibandingkan terlebih dahulu dengan spesifikasi KIT pada sertifikat untuk melihat keterterimaan/kelayakan hasil uji. Spesifikasi KIT pada sertifikat kit tecna superscreen tetra diketahui rata-rata absorbansi B0 ≥ 0,6 absorbansi pada 450 nm, B/B0 50% adalah 8-30 ng/mL, standar % CV≤ 7%. Hasil kurva yang diperoleh memenuhi persyarat yaitu absorbansi B0 = 2,943, B/B0 50% = 9,9-20 ng/ml, %CV standar tertinggi 2% sehingga hasil uji dapat dipertanggungjawabkan.Metode ELISA spesifik, sensitif terhadap analisis antibiotik. Metode ELISA mengaju pada UE decision EC. Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan yaitu persiapan contoh, waktu inkubasi, proses pencucian, dan kondisi lingkungan reaksi. Proses persiapan dimaksudkan untuk mendapatkan contoh yang homogen sehingga tetrasiklin yang dianalisis mewakili kandungan sebenarnya, dan mempersiapkan kondisi untuk bereaksi dengan enzim konjugat dan pereaksi yang lain. Pada tahap inkubasi antibodi contoh dan antibodi berlabel (terikat pada well dan diketahui jumlahnya) bereaksi dengan enzim konjugat. Stabilitas dan kondisi ruang inkubasi dapat mempengaruhi hasil analisis, karena aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu (suhu inkubasi 18-25 0C) dan pH (pH 6,8-7,8). Sedangkan pencucian dilakuakan untuk memisahkan senyawa lain yang tidak terikat yang dapat memberikan sinyal tambahan. Kontaminasi sangat mungkin terjadi pada saat pencucian. Kontaminasi dapat berasal dari contoh lain karena pencucian terjadi pada plate berisi banyak contoh, ataupun kertas absorbsi. Setelah reaksi sempurna ( penambahan stop solution berupa asam kuat) absorbansi contoh harus segera diukur karena reaksi kompetisi Antibody #1 yang berikatan dengan antigen bebas (contoh atau standar) bersaing dengan HRP-konjugate antibody memperebutkan jumlah terbatas dari antibodi berlabel (antigen yang terikat dalam well) terus berlanjut dan saling menggantikan yang dapat merubah nilai absorbansi. Hal ini dapat dilihat dari visual warna kuning cerah menjadi kuning pucat
Simpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dilaboratorium Nutrisi BBPBAT Sukabumi, dapat disimpulkan bahwa semua contoh udang positif mengandung tetrasiklin dan residu tetrasiklin yang ada memenuhi/lolos persyaratan Amerika Serikat. Contoh B3, B6, B7, B8, B9,B21, B22, B25, B30, B31,B32, B33, B38, dan B40 lolos persyaratan Jepang. Contoh yang memenuhi persyaratan Uni Eropa adalah B21, B22, B5, dan B32.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dilaboratorium Nutrisi BBPBAT Sukabumi, dapat disimpulkan bahwa semua contoh udang positif mengandung tetrasiklin dan residu tetrasiklin yang ada memenuhi/lolos persyaratan Amerika Serikat. Contoh B3, B6, B7, B8, B9,B21, B22, B25, B30, B31,B32, B33, B38, dan B40 lolos persyaratan Jepang. Contoh yang memenuhi persyaratan Uni Eropa adalah B21, B22, B5, dan B32.